Konsumenlistrik.WahanaNews.co | Subsidi energi dinilai tidak bisa terus dilakukan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu mengambil terobosan, karena jika tidak bisa memengaruhi keuangan PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero).
Ekonom Senior Faisal Basri menjelaskan pemberian subsidi hingga Rp 502 triliun di tahun ini telah naik lima kali lipat. Sementara di tengah ketidakpastian yang tinggi saat ini, pemerintah mengalami keterbatasan anggaran.
Baca Juga:
PLN Banten Pastikan Operasional SPKLU Jalur Mudik Tol Jakarta-Merak Andal
"Pemerintah gak mandang ini subsidi, pemerintah mengalami keterbatasan anggaran, yang disubsidi ini kecil sekarang muncul dana kompensasi," jelas Faisal kepada CNBC Indonesia dikutip Rabu (29/6/2022).
Sementara dana kompensasi yang diberikan pemerintah ini guna Pertamina dan PLN menahan laju kenaikan harga, justru akan memberatkan kedua badan usaha plat merah tersebut.
"Dana kompensasi yang dibayar suka-suka kapan, jadi Pertamina dan PLN nombok dulu," ujar Faisal lagi.
Baca Juga:
PLN Siapkan 1.299 SPKLU di Banyak Lokasi Mudik, Pengguna Mobil Listrik Tetap Nyaman
Dengan demikian, yang harus diwaspadai pemerintah ke depan adalah kerusakan pada BUMN tersebut karena likuiditas yang terganggu sehingga tidak bisa membeli minyak mentah dari luar negeri.
Faisal bilang, pembayaran subsidi lebih dari 1-2 tahun, menyebabkan efek berantai secara keseluruhan yang menyebabkan ongkos operasional PLN dan Pertamina membengkak.
Oleh karena itu, Faisal menyarankan agar pemerintah bisa melakukan asumsi ulang harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) di dalam APBN.