Forwamki.id | PT PLN (Persero) melalui anak usahanya PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) menggandeng Pemerintah Kabupaten (pemkab) Indramayu untuk mengolah sampah menjadi biomassa yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti batu bara (co-firing) di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik perseroan.
Sinergi ini ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara PJB dengan Pemkab Indramayu di Badung, Bali pada Kamis (30/6).
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Melalui kerja sama ini nantinya, Pemkab Indramayu dan PLN akan melakukan penelitian juga pengembangan pengelolaan sampah menjadi Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP).
BBJP ini nantinya akan masif dilakukan di daerah lain dan mampu mensubtitusi kebutuhan batu bara sampai 500 ribu ton per tahun. Melalui penggunaan biomassa ini sejak tahun lalu hingga saat ini, PLN mampu menurunkan emisi CO2 sebesar 481 ribu ton.
Sekretaris Kementerian BUMN, Susyanto menjelaskan untuk mewujudkan target Carbon Neutral, PLN mempunyai peran yang sangat siginifikan. Sesuai roadmap yang tertuang dalam RUPTL 2021 – 2030 PLN akan meningkatkan porsi pembangkit berbasis energi bersih juga melalui teknologi co-firing.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Susyanto menilai teknologi ini bisa diimplementasikan dengan cepat melalui aset PLTU yang ada saat ini. Untuk bisa membuat program ini bisa berjalan baik, maka perlu adanya kolaborasi baik antara BUMN maupun stakeholder lain.
“Untuk menjaga ketersediaan pasokan biomassa ini diperlukan kolaborasi yang baik dari semua stakeholder. Kalau ini berjalan baik, maka target bauran energi bisa tercapai pada akhirnya,” ujar Susyanto.
Sementara itu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa melalui sinergi ini, PLN dan Pemda bisa mencapai dua cita-cita sekaligus. Pertama, membantu Pemda untuk bisa mengolah sampah kota untuk jadi sumber energi yang mempunyai nilai ekonomis.
“Kedua, PLN membutuhkan biomassa untuk mendukung program co-firing di PLTU kami. Dengan kolaborasi ini, maka sampah kota yang sebelumnya selalu jadi momok bisa diolah bersama untuk menjadi sumber energi domestik,” ujar Darmawan.
PLN secara bertahap terus menerapkan teknologi co-firing hingga menjadi 52 PLTU dengan total kapasitas 18 GW pada tahun 2025. Untuk mendukung program ini, PLN membutuhkan pasokan biomassa mencapai 10,2 juta ton per tahunnya pada 2025 sehingga dapat menekan emisi karbon sebesar 11 juta ton CO2 dan gas rumah kaca setiap tahunnya.
“Untuk menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku biomassa, PLN berkolaborasi dengan berbagai BUMN, pemerintah daerah hingga swasta,” terang Darmawan.
Tak hanya itu, PLN juga melibatkan masyarakat secara aktif dalam penanaman tanaman biomassa bahkan ada pula yang mengelola sampah rumah tangga wilayahnya untuk dijadikan pelet sebagai bahan baku sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi setempat.
Melalui co-firing, PLN mampu dengan cepat meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) karena dapat mensubtitusi batu bara dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Inovasi ini merupakan upaya PLN dalam mendukung Pemerintah dalam percepatan pemanfaatan EBT menuju target 23 persen pada tahun 2025. [JP]