Forwamki.id | PT INKA (Persero) bersama PT PELNI (Persero) dan Institut Sepuluh Nopember (ITS) menandatangani nota kesepahaman tentang sinergi sarana logistik badan usaha milik negara (BUMN) dan perguruan tinggi.
Adapun penandatanganan dilakukan oleh Direktur Pengembangan PT INKA (Persero) Agung Sedaju, Direktur Usaha Angkutan Barang dan Tol Laut PT PELNI (Persero) Yossianis Marciano dan Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, Kerja Sama dan Kealumnian ITS Bambang Pramujati pada hari Kamis, 21 Juli 2022 di Jakarta.
Baca Juga:
Korupsi Dana Talangan PT INKA, Kejati Jatim Tetapkan Eks Dirut Tersangka
Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Asisten Deputi (Asdep) Bidang Teknologi dan Informasi Kementerian BUMN, Muhammad Rizal Kamal dan Asisten Deputi Hilirisasi Sumber Daya Maritim Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Amalyos Chan.
Asdep Bidang Teknologi dan Informasi Kementerian BUMN, Muhammad Rizal Kamal mengatakan bahwa penandatanganan ini sesuai arahan Menteri BUMN Erick Thohir terkait inisiatif triple helix dan penta helix yang mana Pak Menteri memberikan arahan bahwa BUMN tidak bisa bekerja sendirian, walaupun saat ini BUMN sudah terklaster karena hal ini berkaitan dengan ekosistem.
“Ekosistem ini kita tidak bicara dari/ antar BUMN ke BUMN lain seperti value chain nya seperti apa namun arahan terbaru kita juga diminta untuk memperluas ekosistem kita dengan swasta dan dengan konteks ini adalah dengan dunia pendidikan,” jelas Rizal.
Baca Juga:
Bank Muamalat Pimpin Pembiayaan Sindikasi Senilai Rp2,5 Triliun kepada PT INKA
Menurutnya, sebagai badan usaha BUMN diharuskan memberikan keuntungan sebesar-besarnya dan nilai ekonomi dan sosial bagi Indonesia sehingga perlu kolaborasi antara dunia usaha dan perguruan tinggi.
“Riset selama ini masih banyak yang menjadi paper dan tidak tahu hilirnya. Ke depannya kita coba unlocking value model kolaborasi ini. Tentunya ini kita mulai dari triple helix dulu yakni pemerintah selaku regulator dan mendorong dengan kebijakan, unsur usaha yang kami mula dari BUMN ke depan ada swasta dan 1 lagi dengan universitas. Dari Pak Menteri kita diminta memetakan sudah berapa BUMN yang memiliki inisiatif seperti ini,” pungkas Rizal.
Asisten Deputi Hilirisasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Amalyos Chan lebih rinci menyampaikan bahwa kerja sama ini berawal saat pandemi covid-19 dimana pihaknya mendorong PT INKA yang melibatkan perguruan tinggi dan pelaku usaha.
“Munculnya ide itu terkait ide shortage (kurangnya) reefer container baik angkutan dalam negeri maupun ekspor. Yang kedua terkait freight cost-nya. Kalau kita mengejar ekspor untuk devisa, di sisi lain belanja modal kita keluar lagi melalui impor. Jadi devisa yang kita kejar malah kita keluarkan lagi. Padahal kolaborasi riset teknologi dan beberapa pelaku usaha sebenarnya terkait cikal bakal bagaimana teknologi itu dikembangkan dan dukungan pemerintah untuk scale up nya bisa kita lakukan,” jelas Amalyos.
Ke depan, menurut Amalyos, pihaknya akan banyak menggali inovasi selain yang dilakukan oleh PT INKA (Persero). Amalyos beranggapan bahwa banyak sekali inovasi baik terkait dengan produksi/ main core bisnis-nya terkait kereta apinya, orientasi ekspor, dan sekarang bicara tentang kendaraan listrik yang juga didukung dengan baterai lithium.
Dari sisi reefer container yang sekarang sudah diproduksi (1 ton, 5 ton, dan 20 ft), Direktur Pengembangan PT INKA (Persero) menjelaskan bahwa target utamanya adalah Tingkat Kandungan Dalam negeri (TKDN) yang sudah mencapai 60% dari target minimal TKDN yakni 40%.
“Target utama keunggulan reefer container kami adalah TKDN dimana untuk bisa mandiri dalam industri container saat ini. Terus kemudian kami membuat prototype dioperasikan oleh PELNI selama 3 - 4 bulan ini. Pada saat awal kami memang bekerja sama dengan Universitas Brawijaya untuk melihat kebutuhan nelayan seperti apa. Tetapi setelah operasi kami akan mengajak ITS untuk memenuhi kebutuhan PELNI, apa yang menjadi kendala selama uji coba selama 3 bulan ini. Kalau boleh disampaikan, keunggulannya tadi TKDN sudah bisa mencapai 60 %,” jelas Agung.
Keunggualan lain menurut Agung adalah container produknya yang tidak mass production seperti yang saat ini masih diimpor. Apa yang menjadi kebutuhan PT PELNI akan dipenuhi pihaknya dengan container tersebut.
“Container saat ini kan 20 ft hingga 40 ft. Itu standar tapi kami menyiapkan yang dibutuhkan hanya 1 ton, 5 ton karena pulaunya kecil kecil disinggahi kapal PELNI,” tambah Agung.
“Selain itu, kami bertiga (INKA, Pelni, dan ITS) akan mempersiapkan pelaksanaan kerja sama lain di bidang logistik yang saling menguntungkan, antara lain dalam hal menjajaki peluang-peluang yang dapat menjadi potensi bisnis, melakukan kajian baik dari aspek finansial, teknis, operasional, legal, dan aspek lainnya yang terkait dengan kerja sama sebagai tindak lanjut potensi bisnis, hingga menyusun kajian kelayakan (feasibility study),” pungkas Agung.
Direktur Usaha Angkutan Barang dan Tol Laut PT PELNI (Persero) Yossianis Marciano menyampaikan bahwa setiap 3 bulan pihaknya melakukan evaluasi terhadap prorotype reefer container PT INKA (Persero).
“Kemarin kita sudah uji coba ke Natuna itu sudah berjalan tapi memang produktifitasnya mau kita tingkatkan. Sekarang kita tes lagi untuk wilayah Indonesia timur ternyata produktifitasnya makin meningkat,” ungkap Yossianis.
Menurut Yossianis, tol laut difokuskan ke daerah “3 Tp” (terpencil, terluar dan terdepan) sehingga masyarakat tidak perlu mengirim produk dalam jumlah besar lagi.
“1 ton pun sudah bisa direct dibeli pengusaha di Jakarta, Surabaya. Jadi sudah bisa langsung dibeli. Di sisi lain PELNI ini kan juga operator untuk konter-konter yang bukan hanya 1 ton dan 5 ton, 20 ft dan juga 40 ft. Jenis yang lain ini kita harus studi bersama dengan ITS dan juga INKA kita siapkan untuk publik. Produk lokal harus kita support,” jelas Yossianis. [JP]