Forwamki.id | Ketua Umum Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin bercerita beberapa waktu ini harga kedelai di tingkat importir bisa naik 1-3 kali setiap minggunya. Bahkan, satu waktu kenaikan terjadi lima kali seminggu.
"Harga dari importir sekarang pada umumnya naik, naik itu bisa 1-3 hari sekali naik. Pernah kemarin seminggu 7 hari, itu (harga kedelai) naiknya sampai 5 kali," kata Aip dalam konferensi pers virtual yang diadakan Kemendag, Jumat (11/2/2022).
Baca Juga:
Mendag Zulhas: Harga Kedelai Naik Imbas Melemahnya Rupiah
Aip menuturkan, sebelumnya terdapat sekitar 195 ribu perajin tahu dan tempe skala rumahan di Indonesia. Namun, kini sekitar 20% atau 30 ribu perajin gulung tikar akibat kenaikan harga kedelai terus-menerus. Mereka yang berhenti produksi umumnya yang menggunakan kedelai sekitar 10-20 kilogram (kg) per hari.
"Hari ini dia beli 20 kilo misalnya, lalu dibikin jadi tahu dan tempe, dijual. Nah begitu besok dia mau beli lagi 20 kg, penghasilannya itu tidak cukup karena harga kedelai sudah naik lagi," kata Aip.
Pihaknya meminta agar pemerintah bisa mengatur harga kedelai. Setidaknya harga kedelai bisa dipatok stabil selama sebulan, tidak terus menerus naik dalam hitungan hari.
Baca Juga:
Bulog Subsidi Harga Kedelai Rp 1.000 per Kilogram Hingga Desember 2022
"Kami usulkan agar harga kedelai ini stabil minimal 1 bulan saja. Atau kalau mau idelanya 3 bulan," ungkap Aip.
Dia juga meminta pemerintah bisa membantu peningkatan produksi lokal kedelai. Saat ini menurutnya, 80% kebutuhan kedelai nasional dipenuhi dari impor.
Sementara produksi lokal hanya memenuhi 10%-nya saja. Aip menilai seharusnya produksi lokal bisa memenuhi 30% saja dari total kebutuhan kedelai dalam negeri. Menurutnya, Kementerian Pertanian telah berjanji memenuhi hal tersebut.
"Ini juga sudah direspons oleh Kementerian Pertanian yang akan meningkatkan produksi kedelai minimal menjadi 30%," kata Aip. [JP]