Forwamki.id | Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan negara-negara berkembang punya tantangan lebih berat dalam menghadapi standar perpajakan internasional.
Dalam sambutannya di forum G20 Tax Symposium di Nusa Dua, Bali, Sri Mulyani menyebut negara berkembang mengalami pengurangan revenue akibat penghindaran perpajakan.
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
"Diperkirakan negara-negara berkembang mengalami kehilangan pendapatan lebih besar akibat penghindaran perpajakan," kata Sri Mulyani yang disiarkan melalui YouTube Kemenkeu, Kamis (14/7/2022).
Meski masing-masing negara menghadapi tantangan yang berbeda, negara berkembang menghadapi lebih banyak kendala dalam mengimplementasikan pajak internasional yang transparan.
Padahal menurutnya, sistem perpajakan internasional harusnya menjadi solusi global dalam menghadapi berbagai tantangan.
Baca Juga:
Hadiri Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun 2024, Menkeu: Awal Sinergi yang Baik
Oleh karena itu, Sri Mulyani meminta dunia internasional untuk mendengarkan suara negara berkembang. Ia menyebut tidak boleh ada negara mana pun yang diabaikan dalam hal ini.
Terbatasnya kapabilitas dalam mengeluarkan kebijakan, memaksa negara berkembang kurang bisa mengoptimalkan pendapatan dari sektor pajak. Oleh karena itu, mereka diharapkan berpartisipasi dalam merancang standar perpajakan internasional seperti base erosion and profit shifting (BEPS).
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani turut menyinggung pilar 2 yang memberikan dampak positif kepada negara berkembang.Pilar 2 global minimum tax berpotensi meminimalisir pengurangan keuntungan di sektor pajak.
Sri Mulyani juga membahas dampak Covid-19 yang meninggalkan luka di banyak negara dari segi fiskal. Hal tersebut menciptakan kesulitan lain bagi pemerintah dalam mengumpulkan pajak.
Menurut Sri Mulyani, membangun sistem pajak yang efektif menjadi hal paling utama yang wajib jadi fokus G20. [JP]