Forwamki.id | Sejumlah kecelakaan maut belakangan ini terjadi di jalan tol.
Terbaru, kecelakaan tol menyebabkan meninggalnya artis Vanessa Angel, dan ada pula Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof I Gede Suparta Budisatria, yang meninggal dunia.
Baca Juga:
Masih Ingat Sopir Vanessa Angel? Pengadilan Negeri Jombang Vonis Tubagus Joddy 5 Tahun Penjara
Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM, Iwan Puja Riyadi, menyebutkan, ada empat faktor yang menjadi penyebab kecelakaan di jalan tol.
Keempatnya ini adalah faktor pengemudi, faktor kendaraan, faktor lingkungan jalan, dan faktor cuaca.
“Kecelakaan yang terjadi pada umumnya tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil interaksi antar-faktor,” kata Iwan, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/11/2021) malam.
Baca Juga:
Diguyur Hujan Deras, Makam Vanessa-Bibi Terancam Amblas
Iwan menjelaskan, faktor pengemudi yang bisa menjadi penyebab kecelakaan misalnya kondisi pengemudi yang mengantuk, tidak fokus, atau kelelahan, menyetir di bawah pengaruh obat-obatan, narkotika, atau alkohol, atau menyetir sambil melihat gawai baik handphone atau tablet.
Selain itu, kesalahan bisa pula karena pengemudi yang belum fasih atau bahkan belum bisa menyetir, ataupun melakukan kesalahan bereaksi saat menyetir, baik panik atau reaksi yang terlalu lambat.
“Hal yang penting adalah mengutamakan konsentrasi penuh sang pengemudi sebelum berkendara. Seorang pengemudi yang berkendara di jalan bebas hambatan harus mampu mengontrol laju kendaraan, sebab selama ini banyak kecelakaan terjadi lantaran pengemudi melajukan mobilnya melebihi batas kecepatan yang diperbolehkan sehingga kehilangan kendali," papar Iwan.
Iwan mengungkapkan melaju di jalan tol bukan berarti seorang pengemudi bisa bebas melajukan kendaraannya melampaui batas kecepatan yang telah ditentukan.
“Batasan tersebut tentunya sudah melalui perhitungan agar aman saat dilintasi kendaraan. Jalan tol merupakan jalan bebas hambatan dan bukan jalan di mana pengemudi dengan bebas memacu kecepatan,” urai Iwan.
Iwan membeberkan jika pengemudi harus menyesuaikan kecepatan kendaraan dengan lajur yang dipilih, dan menggunakan lajur sesuai peruntukannya.
Pengendara juga harus bisa memperkirakan dan menjaga jarak aman dengan kendaraan lain agar bisa menghindar jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan di depannya.
Iwan mengingatkan bahwa bahu jalan di jalan tol tidak diperuntukkan sebagai tempat berhenti atau bahkan beristirahat.
Pengemudi tidak seharusnya menepikan kendaraan atau berhenti di bahu jalan jika memang tidak sedang dalam kondisi darurat.
Selain faktor pengemudi, sambung Iwan, faktor kendaraan seperti kondisi mesin, rem, lampu, ban, dan muatan bisa menjadi penyebab kecelakaan, demikian halnya faktor cuaca berupa kondisi hujan, kabut, atau asap.
Sementara itu faktor lingkungan jalan yang diantaranya berupa desain jalan seperti median, gradien, alinyemen, dan jenis permukaan, ataupun kontrol lalu lintas seperti marka, rambu, dan lampu lalu lintas.
Pembangunan jalan tol, imbuh Iwan, mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan, dan memenuhi kaidah jalan berkeselamatan.
“Konsep desain jalan berkeselamatan adalah bahwa seluruh sistem lalu lintas jalan disesuaikan dengan keterbatasan atau kemampuan manusia sebagai pengguna jalan, tujuannya untuk mencegah terjadinya tabrakan yang melibatkan elemen infrastruktur jalan,” urai Iwan.
Iwan menyebut untuk mengurangi kejadian kecelakaan, pencegahan dan keselamatan lalu lintas dapat dilakukan melalui beberapa aspek, baik berupa aspek rekayasa, aspek pendidikan, dan aspek hukum.
"Pada aspek rekayasa, hal yang bisa dilakukan antara lain penyediaan dan pengembangan tempat istirahat, pemeliharaan jalan dan prasarananya, pemasangan rumble stripe, merapatkan jarak antar guide post, pemasangan marka, pemasangan warning light atau lampu flip flop, pemasangan rambu, dan pembatasan kecepatan," ungkap Iwan.
Iwan menjabarkan, karena penyebab utama kecelakaan adalah manusia, menurutnya aspek memperbaiki perilaku pengendara sangat penting, yang dapat dimulai dari pendidikan di sekolah, melalui himbauan, dan juga pelatihan.
“Ujian keterampilan harus dilakukan di lapangan dan mengerti arti dari rambu-rambu lalu lintas. Surat Izin mengemudi (SIM) hanya diberikan kepada orang yang benar-benar mampu dan terampil serta santun dalam mengendarai kendaraan, umur sesuai dengan ketentuan, dan kesehatan yang prima,” saran Iwan. Seperti dilansir dari WahanaNews.co, Minggu (01/11/2021).
Iwan menambahkan perlunya diadakan sosialisasi peraturan yang ada dan diberlakukan dengan arif serta seksana sehingga tidak terjadi pelanggaran lalu lintas.
Masyarakat taat pada hukum bukan karena ada polisi tetapi atas kesadaran sendiri demi keselamatan, penegakan hukum juga harus dilakukan agar ada efek bagi pelanggar lalu lintas. [omi]