Forwamki.id | Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI sepakat target penerimaan kepabeanan dan cukai 2023 sebesar Rp 303,19 triliun. Jumlah itu naik Rp 1,4 miliar dari target penerimaan yang diusulkan sebelumnya.
Anggota Banggar DPR RI Bramantyo Suwondo mengatakan untuk mencapai target itu salah satunya melalui penambahan barang kena cukai baru berupa produk plastik dan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).
Baca Juga:
Mudahkan Pelanggan Bayar Listrik, PLN Mobile Jalin Kolaborasi dengan MotionPay
"Intensifikasi cukai melalui penyesuaian tarif cukai dan ekstensifikasi cukai melalui penambahan barang kena cukai baru berupa produk plastik dan MBDK yang diselaraskan dengan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat," bunyi bahan paparan Bramantyo dalam rapat kerja dengan pemerintah, Selasa (27/9/2022).
Bramantyo menyebut pembahasan ekstensifikasi barang kena cukai baru akan dilakukan pembahasan oleh Komisi XI DPR RI paling lama 60 hari setelah RUU APBN 2023 disetujui dalam rapat paripurna.
"Dalam rangka pencapaian target penerimaan cukai dan menjaga sustainabilitas APBN 2023, pembahasan atas kebijakan besaran tarif cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dan/atau ekstensifikasi barang kena cukai baru dilakukan di komisi XI paling lama 60 hari setelah APBN 2023 disetujui DPR dalam rapat paripurna," ujar Bramantyo.
Baca Juga:
Wamendag Roro Serahkan Penghargaan Perlindungan Konsumen 2024 kepada Para Kepala Daerah
Saat dimintai penjelasan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan itu berarti DPR RI sudah setuju pemerintah memperluas barang kena cukai. Terkait pelaksanaannya, masih tetap akan dilakukan pembahasan.
Sri Mulyani menyebut pengenaan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan akan memperhatikan berbagai hal. Mulai dari melihat momentum pemulihan ekonomi, hingga memperhitungkan dampak kepada kesehatan dan lingkungan.
"Kita akan memilih instrumen mana yang paling make sense untuk tetap di satu sisi mencegah konsumsi yang berbahaya seperti minuman berpemanis, plastik, hasil tembakau, itu kan dianggap memiliki aspek negatif dan berbahaya. Di sisi lain, kita juga akan melihat dampaknya terhadap perekonomian secara keseluruhan dan dalam hal ini masalah lingkungan," tutur Sri Mulyani. [JP]