WahanaKomsumen.com| Indonesia mengawali babak baru industri transportasi dengan membangun pabrik baterai untuk kendaraan listrik di Karawang, Jawa Barat.
Proyek senilai 1,1 miliar dollar AS atau setara Rp 15,6 triliun ini diharapkan dapat menjadi momentum menumbuhkan industri hilirisasi di Indonesia.
Baca Juga:
Bebas Tuduhan BMAD dan CVD ke AS, Ekspor Aluminium Ekstrusi Indonesia Berpeluang Kembali Melonjak
Salah satu tantangan proyek ini adalah bagaimana menciptakan permintaan mobil listrik di dalam negeri.
Pemancangan tiang pembangunan pabrik dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, Rabu (15/9/2021), di Karawang.
Bersama Presiden, turut hadir Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, serta CEO LG Energy Solution, Kim Jong-hyun, dan Chairman Hyundai Motor Group, Chung Eui-sun, melalui sambungan telekonferensi dari Korea Selatan.
Baca Juga:
Tingkatkan Kualitas dan Keterserapan Garam Rakyat, Kemenperin Kembali Fasilitasi MoU Petambak Garam-Industri
LG dan Hyundai adalah investor utama pada proyek ini.
Menurut Presiden, era kejayaan komoditas bahan mentah sudah berakhir.
Oleh karena itu, Indonesia mesti berani mengubah struktur ekonomi yang selama ini berbasis komoditas untuk masuk ke hilirisasi dan industrialisasi sehingga menjadi negara industri yang kuat berbasis pengembangan inovasi teknologi.
”(Oleh) karena itu, strateginya adalah keluar secepatnya dari jebakan negara pengekspor bahan mentah. Melepaskan ketergantungan terhadap produk-produk impor dengan mempercepat revitalisasi industri pengolahan sehingga bisa memberikan peningkatan nilai tambah ekonomi yang semakin tinggi,” kata Presiden dalam pidato sambutannya.
Presiden Jokowi menambahkan, Indonesia memiliki cadangan nikel (mineral penting untuk produk baterai) terbesar di dunia.
Dengan potensi yang luar biasa tersebut, dalam 3-4 tahun ke depan, melalui manajemen yang baik, Indonesia diyakini bisa menjadi produsen utama produk-produk barang jadi berbasis nikel, seperti baterai litium, baterai listrik, dan baterai kendaraan listrik.
”Jika (nikel) diolah menjadi cell battery, nilainya bisa meningkat 6-7 kali lipat. Dan jika menjadi mobil listrik, akan meningkat lebih besar lagi nilai tambahnya menjadi 11 kali lipat,” ujarnya.
Bahlil menambahkan, terkait serapan tenaga kerja, dalam nota kesepahaman Pemerintah Indonesia dengan investor, proyek ini harus memberikan lapangan pekerjaan yang seluas- luasnya bagi tenaga kerja Indonesia.
Tenaga kerja asing diperbolehkan selama memenuhi spesifikasi khusus dan jabatan tertentu.
Menurut dia, pihak Korea Selatan juga setuju memprioritaskan lapangan pekerjaan bagi warga Indonesia.
”Dan juga (harus ada) kolaborasi antara BUMN, LG Group, dan UMKM serta pengusaha nasional di daerah. Ini sesuai arahan Presiden, baik secara lisan, tertulis, maupun dalam Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 90,” ucap Bahlil.
Dalam kesempatan itu, Kim Jong-hyun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut berpartisipasi sehingga proyek ini terlaksana.
Menurut dia, pabrik yang akan dibangun menggunakan teknologi terbaru di sektor industri baterai.
Ia meyakini pabrik ini akan menjadi batu loncatan utama menuju pasar kendaraan listrik global di luar ASEAN.
Menciptakan Pasar
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, mengatakan, konsep industri terintegrasi dalam proyek ini, yaitu mulai industri pemurnian nikel sampai manufaktur baterai, sudah tepat.
Namun, pemerintah sebaiknya mendorong terlebih dahulu penggunaan kendaraan listrik di dalam negeri melalui penguatan kebijakan kendaraan listrik.
”Pemerintah juga perlu mendorong pengembangan infrastruktur pendukung, seperti stasiun pengisian baterai kendaraan listrik untuk publik,” kata Fabby.
Peneliti Center for Policy and Public Management pada Institut Teknologi Bandung, Agung Wicaksono, sependapat bahwa stasiun pengisian daya kendaraan listrik sangat krusial di sektor hilir.
Infrastruktur yang memadai akan mendukung terciptanya permintaan kendaraan listrik di dalam negeri.
Pemerintah juga perlu menginformasikan secara masif tentang insentif penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai untuk menarik minat masyarakat beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik.
Sementara itu, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto, berharap, selain baterai mobil listrik, komponen-komponen lain pendukung kendaraan listrik juga harus dapat diproduksi di dalam negeri.
Hal itu akan mendorong peningkatan tingkat komponen dalam negeri dan harga jual mobil listrik berbasis baterai menjadi lebih terjangkau.
Berdasarkan riset Gaikindo, penjualan mobil listrik berbasis baterai meningkat dari 120 unit pada 2020 menjadi 488 unit pada Januari-Juni 2021.
Dari riset yang sama, ditemukan harga kendaraan listrik secara umum masih di atas Rp 450 juta per unit, sementara daya beli kendaraan masyarakat Indonesia sekitar Rp 300 juta per unit.
Kondisi itu membatasi jangkauan masyarakat untuk membeli kendaraan listrik.
Pemerintah menargetkan 15 juta kendaraan listrik --terdiri dari 2 juta unit roda empat dan 13 juta unit roda dua-- beroperasi di Indonesia pada 2030.
Pada 2025, diharapkan sudah berdiri 2.400 stasiun pengisian baterai untuk kendaraan listrik. [dhn]
Artikel ini sudah tayang di Kompas.id dengan judul “Babak Baru Industri Mobil Listrik Nasional”. Klik untuk baca: https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2021/09/16/babak-baru-industri-mobil-listrik-nasional/.