Konsumen.WahanaNews.co | Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM digugat Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Gugatan tersebut dilayangkan setelah Komunitas Konsumen Indonesia menilai BPOM lalai dalam menjalankan tugas hingga mengakibatkan merebaknya kasus gagal ginjal akut pada anak.
Baca Juga:
Korban Gagal Ginjal Akibat Obat Sirop Diberi Santunan Kemensos, Muhadjir Serahkan Simbolis
Gugatan itu pun teregister dengan nomor 400/G/TF/2022/PTUN.JKT tanggal 11 November 2022.
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David Tobing mengatakan bahwa Komunitas Konsumen Indonesia adalah Lembaga Pelindungan Konsumen Swadaya Masyarakat sehingga memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.
"Dalam hal ini kami mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum Penguasa yang dilakukan oleh BPOM RI," kata David dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat 11 November 2022.
Baca Juga:
Korban Keracunan Obat Muncul Lagi, Epidemiolog: BPOM Harus Bertindak
David mengungkapkan bahwa gugatan ini diajukan karena beberapa tindakan BPOM dianggap sebagai pembohongan publik sehingga cukup beralasan digugat dengan pasal perbuatan melawan hukum penguasa. Di antaranya adalah karena tidak menguji sirup obat yang telah diedarkan.
"Pertama karena tidak menguji sirup obat secara menyeluruh. Pada 19 Oktober 2022 BPOM RI sempat mengumumkan 5 obat memiliki kandungan cemaran EG/DEG namun pada 21 Oktober 2022 malah BPOM RI merevisi 2 obat dinyatakan tidak tercemar," kata dia.
Untuk yang kedua, kata David, pada 22 Oktober 2022, BPOM RI mengumumkan 133 obat dinyatakan tidak tercemar, kemudian pada 27 Oktober 2022 menambah 65 obat sehingga 198 obat diumumkan BPOM RI tidak tercemar EG/DEG. Namun di 6 November 2022 justru malah dari 198 sirup obat, 14 sirup obat dinyatakan tercemar EG/DEG.
David menilai pihaknya dan masyarakat Indonesia seperti dipermainkan oleh BPOM.
"Konsumen Indonesia dan Masyarakat Indonesia seperti dipermainkan, pada 6 November 2022 BPOM malah mencabut pernyataan tanggal 28 Oktober soal 198 sirup obat yang dinyatakan tidak tercemar, tidak berlaku lagi karena dari 198 terdapat 14 sirup obat tercemar EG/DEG. Tindakan tersebut jelas membahayakan, karena BPOM RI tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk mengawasi peredaran sirup obat dengan baik," ujarnya.
Ketiga, kata David, tindakan BPOM dalam mengawasi sirup obat ini terkesan tergesa-gesa dan melimpahkan kewajiban hukumnya. Oleh karena itu dalam melakukan pengujian sirup obat kepada industri farmasi merupakan tindakan yang melanggar asas umum pemerintahan yang baik yaitu asas profesionalitas.
"Badan Publik seperti BPOM itu seharusnya melakukan tugas dan wewenang untuk menguji sendiri bukan diaerahkan ke industri farmasi," kata David.
Selain asas profesionalitas, BPOM RI juga dinilai David telah melanggar asas kecermatan karena berubah-rubah pengumuman Daftar Sirup Obat yang tercemar dan tidak tercemar EG/DEG serta melanggar asas keterbukaan karena pengumuman daftar dirup obat tersebut membahayakan dan merugikan hajat hidup orang banyak.
"BPOM RI jelas melakukan perbuatan melawan hukum penguasa karena dari awal tidak inisiatif, dan dalam perkembangannya, malah melimpahkan kesalahan ke Kemenkes dan Kementerian Perdagangan dan Perindustrian," ujar David.
Dalam Petitum tersebut, Komunitas Konsumen Indonesia ingin agar pengadilan memutuskan:
1. Menyatakan BPOM RI melakukan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa,
2. Menghukum BPOM RI untuk melakukan pengujian seluruh sirup obat yang telah diberikan izin edar serta
3. Menghukum BPOM RI untuk meminta maaf kepada Konsumen Indonesia dan Masyarakat Indonesia. [tum]