Forwamki.id | Ormas Pro Jokowi (Projo) Sulawesi Utara (Sulut) meminta pemerintah mencabut persyaratan tes PCR Covid-19 untuk perjalanan menggunakan pesawat karena dinilai tidak efektif dan mempersulit masyarakat.
Ketua DPD Ormas Projo Sulut, Lucky Schramm, menilai jika kebijakan PCR untuk penumpang pesawat, dinilai menjadi aneh, terutama untuk orang-orang yang sudah menerima vaksin corona. Menurutnya, jika syarat itu tetap diberlakukan, maka tidak ada kegunaan orang melakukan vaksin.
Baca Juga:
Projo Se-Tanah Papua Kritik Elit PDIP di Jakarta, Dianggap mendiskreditkan Presiden Jokowi
Tak hanya itu, Schramm menilai ada ketidakadilan untuk penumpang pesawat, karena syarat itu yang diberlakukan hanya bagi penerbangan, sedangkan perjalanan yang memakai kereta api, kapal laut dan transportasi darat tidak diwajibkan untuk PCR.
"Vaksinasi massif yang telah dilakukan pemerintah selama ini, justru kembali menjadi mubazir ketika ada kewajiban PCR lagi. Apalagi ada tendensius tersendiri hanya khusus untuk penumpang pesawat," katanya.
Schramm juga meminta agar pemerintah melakukan klarifikasi atas kebijakan ini, karena ada ketakutan jika syarat ini merupakan permainan mafia PCR yang mencari keuntungan belaka dengan kesusahan masyarakat saat ini.
Baca Juga:
PKB: Pemerintahan Jokowi Tidak Antikritik, Butuh Oposisi yang Kuat dan Sebanding
"Perlu penjelasan rinci tentang ini. Mengapa harus wajib PCR di tengah vaksinasi massal yang massif, kemudian kenapa hanya untuk penerbangan dan tentunya penjelasan apa urgensinya untuk penumpang pesawat," kata Scharmm kembali.
Sementara, Sekretaris DPD Projo Sulut, Vebry Tri Haryadi, menyebutkan ada hal ironi yang terjadi dengan kewajiban PCR bagi penumpang pesawat udara, sementara penumpang sudah divaksin.
"Bukti telah divaksin satu ataupun dua dosis yang terdapat di aplikasi PeduliLindungi sudah cukup untuk syarat berpergian. Pemerintah tak perlu menambah beban masyarakat dengan mewajibkan tes PCR yang biayanya tidak murah. Atau memang ada mafia PCR yang bisa mengatur sampai dalam kebijakan pemerintah? Kami pertanyakan, dan jangan buat susah masyarakat," ujar Haryadi.