WahanaNews-Konsumen | Kompetisi pasar air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia dinilai tidak sehat dengan adanya market leader dari perusahaan investasi asing yang mendominasi pasar.
Hal ini membuat pelaku usaha lokal dari market share yang jauh di bawah menjadi terhambat.
Baca Juga:
KPPU Surabaya Intensifkan Pengawasan Pasca-Lebaran untuk Kemitraan Usaha Sehat
Pakar ekonomi dan bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Tjahjanto Budisatrio dalam sebuah kesempatan pernah mengatakan bisnis AMDK galon di Indonesia sangat tidak sehat dan merugikan konsumen.
"Di dalam struktur pasar ini (AMDK), ada pemain yang dominan dan sisanya adalah pemain yang mengikutinya," kata Budisatrio dalam keterangan tertulis, Senin (27/2/2023).
Dalam webinar FMCG Insights Talks bertema 'Pelabelan BPA: Menuju Masyarakat Sehat dengan Pasar Sehat', Budisatrio mengatakan pasar persaingan sempurna adalah pasar yang memang diharapkan oleh semua ekonom.
Baca Juga:
Terkait Naik Harga Tiket Pesawat, 6 Maskapai Penuhi Panggilan KPPU
"Kondisinya tidak ada rintangan atau halangan untuk masuk dan keluar dalam industri tersebut. Inilah yang kita harapkan," ungkapnya.
Menurutnya, perlu dilihat dalam apakah memang ada barriers to entry ke dalam pasar AMDK dalam persaingan usaha ini. Jika ada, berarti pasar sudah tidak lagi perfect competition tapi imperfect competition yang artinya persaingan menjadi kurang sehat.
"Kalau kita perhatikan di sini (di pasar AMDK), (ternyata) ada barriers to entry. Kalau membeli galon A dan ternyata galon A tidak ada di toko, kita harus membawa pulang galon kosong itu. Kita tidak bisa menukarnya dengan merek galon B. Ini otomatis ada sebuah kontrak jangka panjang yang sadar atau tidak sadar terbuat dari sistem yang ada saat ini," jelas Budisatrio.
"Ini adalah barriers untuk masuk. Jadi, galon yang kita pegang tadi adalah investasi di awal, karena kita membeli dan kita tidak bisa menukarnya dengan galon lain, padahal airnya dalam galon sama. Jadi, otomatis di-lock-in (pelanggan dikunci). Switching cost-nya jadi mahal. Inilah yang membuat sebuah barrier," lanjutnya.
Ia menilai sistem sistem ketergantungan yang dibuat produsen AMDK galon guna ulang ini ibarat kontrak jangka panjang yang tidak diberitahukan kepada konsumen, di mana harga pertama pembelian galon itulah yang menjadi depositnya.
Padahal, tidak ada jaminan bahwa galon dibeli dalam kondisi baru. Namun konsumen dikondisikan agar terpaksa hanya beli produk satu merek yang tak bisa ditukar galon merek lain untuk pembelian selanjutnya.
Disadari atau tidak, kata Budisatrio, konsumen tertipu dengan praktik manipulatif dan tidak transparan market leader yang meraup profit luar biasa besar dari galon bekas pakai yang terjual.
Hukuman KPPU untuk Market Leader
Diketahui, market leader berupaya mempertahankan dominasi pasar salah satunya dengan kampanye media dan iklan negatif yang memojokkan produk pelaku usaha pesaing, menghambat penjualan pesaing yang lebih kecil, menjual galon bekas pakai yang tak bisa dijual kembali atau ditukar merek lain, hingga kampanye hitam melawan regulasi lembaga pemerintah untuk pelabelan galon plastik keras polikarbonat.
Upaya tak sehat ini pernah dikenakan sanksi denda miliaran rupiah pada Desember 2017 lalu karena KPPU menyatakan salah satu market leader AMDK dan distributornya terbukti melakukan persaingan usaha tidak sehat.
"Menyatakan kedua terlapor (perusahaan market leader dan distributornya) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," demikian putusan KPPU.
Berdasar temuan di lapangan, market leader dan distributornya tersebut diduga bekerja sama melarang sejumlah toko menjual AMDK merek lain. Sehingga KPPU menilai tindakan tersebut menghalangi pelaku usaha lain di dunia usaha AMDK. Market leader tersebut didenda sebesar Rp 13,8 miliar dan distributornya dihukum denda sebesar Rp 6,2 miliar.
Namun hukuman ini dinilai tak membuat jera karena saat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan regulasi pelabelan kemasan galon bekas pakai yang mengandung Bisphenol A (BPA), terjadi perlawanan keras dengan banyak tudingan negatif. Salah satunya, kampanye hitam yang menyebut isu BPA terkait persaingan usaha hingga menjurus ke personal dan menyebar fitnah ke pribadi dan keluarga petinggi BPOM.
Pada 25 September 2022 lalu, Deputi Bidang Pengawasan dan Olahan BPOM Rita Endang menegaskan BPOM adalah lembaga pemerintah yang tak ada sangkut pautnya dengan persaingan dunia bisnis AMDK.
"Tugas dan fungsi BPOM adalah menyusun norma, standar, prosedur dan kriteria keamanan, mutu, label, dan iklan pangan," ujar Rita.
Menurutnya, regulasi pelabelan galon polikarbonat yang mengandung BPA, disusun demi melindungi kepentingan kesehatan dan keamanan produk yang memang sudah menjadi kewenangan BPOM.
"Hal ini merupakan bagian dari fungsi dan kewajiban BPOM untuk melindungi masyarakat," kata Rita.
Rita mengungkapkan BPOM menemukan adanya potensi bahaya dari migrasi BPA kemasan pangan ke dalam pangan pada sarana distribusi serta fasilitas produksi industri AMDK. Temuan tersebut diperoleh melalui uji post-market air minum dalam galon guna ulang polikarbonat selama satu tahun (2021-2022).
"Berdasarkan sampel yang diperoleh dari seluruh Indonesia, menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan dan adanya potensi bahaya migrasi BPA pada sarana distribusi dan fasilitas produksi industri AMDK," tutur Rita.
Ia pun menegaskan potensi bahaya migrasi BPA pada galon polikarbonat sudah mencapai ambang batas yang ditentukan. Sehingga revisi aturan label pangan tidak ada kaitannya dengan kepentingan persaingan usaha.
Hal ini pun diperkuat oleh pernyataan KPPU yang menolak pengaitan antara aturan pelabelan kemasan galon guna ulang mengandung BPA yang merupakan milik market leader dengan persaingan bisnis.
"Ada surat resmi dari KPPU ke BPOM, bahwa tidak ada unsur persaingan usaha," pungkasnya.[zbr/detik]