WahanaNews-Konsumen | Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa pengawasan perilaku pelaku jasa keuangan diyakini akan lebih adaptif sejalan dengan signifikannya perubahan perilaku konsumen dalam era ‘global reset’.
Kepala Departemen Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bernard Widjaja mengatakan, seiring dengan kondisi tersebut pihaknya mendapatkan amanat yang lebih besar dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Baca Juga:
Mudahkan Pelanggan Bayar Listrik, PLN Mobile Jalin Kolaborasi dengan MotionPay
“Sekarang OJK diberikan amanat yang lebih, karena sekarang perlindungan konsumen dan masyarakat ditambah atau dikuatkan. Ini tercermin dari adanya keberpihakan dari pemerintah dan DPR,” ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (26/05/23).
OJK, katanya, kini juga telah memiliki departemen pengawasan perilaku pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) dengan tugas pokok dan fungsinya adalah melakukan pengawasan terhadap perilaku PUJK mulai dari mendesain produk dan layanan, menyusun informasi dan menyampaikan, menyusun perjanjian baku, penyampaian layanan hingga pengaduan.
“Itu sudah ada semuanya di UU [P2SK]. Jadi, cakupannya sudah ditegaskan,” katanya di sela-sela Risk Awareness Series yang diselenggarakan Prudential Indonesia dengan tema "Market Conduct".
Baca Juga:
Wamendag Roro Serahkan Penghargaan Perlindungan Konsumen 2024 kepada Para Kepala Daerah
Menurut dia regulasi tersebut menghadirkan paradigma baru dalam pengawasan PUJK. Jika sebelumnya "prudential supervision" terfokus pada penguatan aspek kelembagaan, maka saat ini pengawasan mengarahkan PUJK untuk mampu memberikan kontribusi kepada konsumen dan masyarakat.
“Artinya sama-sama happy. PUJK secara operasional juga menguntungkan dan sekaligus memberikan manfaat kepada konsumen dan masyarakat,” katanya.
Dengan paradigma tersebut, tambahnya, PUJK mampu menghadapi perubahan signifikan dari sisi konsumen dalam era global reset. OJK mengarahkan PUJK agar dalam jangka panjang mampu untuk menjaga kepercayaan konsumen dan masyarakat.
Guru Besar FEB UI Rhenald Kasali mengatakan fenomena global reset ini menuntut regulator untuk selalu adaptif dan harus lebih cepat dari perkembangan tersebut.
Dia mengambil contoh tentang perkembangan produk keuangan digital seperti bitcoin dan token kripto yang disebut NFT (non-fungible token). Produk tersebut terlebih dahulu menjadi konsumsi masyarakat secara masif kendati belum memiliki regulasi khusus di berbagai negara.
Oleh karena itu, menurut founder Rumah Perubahan ini, regulator harus memperkuat sistem manajemen pengetahuan dan mengikuti perubahan zaman.
"Dan tidak boleh apriori, tetapi harus berdasarkan riset, kajian, sekaligus juga harus cepat," katanya.[zbr]