WALINKI ID | Akibat situasi perang dengan Ukraina, perusahaan minyak asal Amerika Serikat (AS), Exxon Mobil, mengatakan akan keluar dari operasi minyak dan gas (migas) di Rusia.
Diberitakan Reuters, Rabu (2/3/2022), Exxon meninggalkan aset senilai US$ 4 miliar atau sekitar Rp 56 triliun. Selain itu, Exxon juga menghentikan investasi barunya di Rusia.
Baca Juga:
Warga Negara Ukraina-Rusia Bersatu 'Sulap' Vila di Bali Jadi Lab Narkoba
Lewat keputusan ini, berarti Exxon hengkang dari pengelolaan fasilitas produksi migas besar di Pulau Sakhalin, wilayah Timur Jauh Rusia. Kepastian investasi gas miliaran dolar di pulau tersebut menjadi tidak jelas.
"Kami menyesalkan aksi militer Rusia yang yang melanggar integritas teritorial Ukraina, dan membahayakan warga di sana," demikian pernyataan Exxon, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (2/3/2022).
Exxon mengikuti langkah dari sejumlah perusahaan Barat seperti Apple, Boeing, BP, dan Shell yang juga menghentikan operasinya di Rusia. Pada Rabu ini, Exxon dijadwalkan bertemu dengan sejumlah analis di Wall Street. Dalam pertemuan tersebut tidak ada agenda soal rencana keluarnya Exxon dari Rusia. Dalam laporan keuangan terakhir Exxon, jumlah asetnya di Rusia mencapai US$ 4,005 miliar.
Baca Juga:
Parlemen Ukraina Meloloskan RUU yang Izinkan Tahanan Bergabung Militer
Sebelumnya, Exxon sudah mulai memindahkan pekerjanya asal AS dari Rusia, namun jumlahnya tidak jelas berapa banyak.
Di Pulau Sakhalin, Exxon mengoperasikan blok migas bersama konsorsium yang terdiri dari perusahaan asal Jepang, India, dan Rusia, termasuk Rosneft. Konsorsium ini juga berencana membangun terminal ekspor LNG di lokasi blok migas tersebut.
Exxon yang mulai mengembangkan lapangan migas Rusia sejak 1995, mendapat tekanan untuk memutuskan hubungannya dengan Rusia, akibat perang dengan Ukraina.
Proyek migas Sakhalin telah beroperasi sejak 2005, dan merupakan investasi terbesar di Rusia. Jumlah minyak yang dihasilkan dari lapangan ini 220 ribu barel/hari.
Perusahaan Jepang di lapangan tersebut, yaitu Sakhalin Oil and Gas Development (SODECO), yang memiliki saham 30% dari proyek Sakhalin-1, mencoba mengklarifikasi pengumuman Exxon tersebut. Namun perusahaan Jepang ini belum merencanakan untuk ikut hengkang.
Japan Petroleum Exploration Co (Japex) yang berada di belakang Sakhalin Oil and Gas Development (SODECO) juga mengecek pengumuman Exxon tersebut. [tum]