WALINKI ID I Masifnya pembangunan dan pengembangan bandara baru menjadi salah satu utama penyebab kondisi keuangan BUMN PT Angkasa Pura I (persero) memburuk.
Kondisi keuangan PT Angkasa Pura I (Persero) sedang berada dalam posisi yang tidak baik. Ini terefleksikan dari posisi utang perseroan yang mencapai kisaran Rp 35 triliun.
Baca Juga:
Sukseskan G20, AP I Lakukan Penyesuaian Operasi Bandara Bali 12-18 November 2022
Pasalnya, langkah-langkah ekspansi bisnis tidak diikuti dengan peningkatan jumlah penumpang.
Akibatnya, di tengah langkah ekspansi yang cukup masif, pendapatan AP I justru tergerus sejak tahun lalu.
Tercatat pada 2019, AP I masih mampu membukukan pendapatan sebesar Rp 8,6 triliun, namun pada tahun berikutnya perseroan hanya mampu meraup pendapatan sebesar Rp 3,9 triliun.
Baca Juga:
Tentukan Iduladha, Kemenag bakal Pantau Hilal di 86 Lokasi
Manajemen perusahaan pelat merah itu memproyeksikan, pada tahun ini pendapatan perseroan juga masih akan terkoreksi.
Ini selaras dengan masih kerap dilakukannya aturan pembatasan pergerakan masyarakat, guna menekan penyebaran Covi-19.
"Situasi pandemi yang berkepanjangan membawa tekanan kepada kinerja operasional dan keuangan Angkasa Pura I," ujar Direktur Utama AP I Faik Fahmi, dikutip Senin (6/12/2021). Sementara itu, dari sisi pengeluaran atau investasi, AP I telah menggelontorkan kurang lebih sekitar Rp 19,2 triliun untuk pembangunan dan pengembangan bandara nasional.
Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo (YIA) menjadi proyek yang paling banyak menghabiskan anggaran AP I.
Tercatat proyek pembangunan bandara internasional itu menghabiskan anggaran sekitar Rp 12 triliun. Kemudian, AP I juga melakukan pembangunan sejumlah terminal baru, yang turut menyedot banyak biaya, mulai dari Terminal Baru Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin yang menghabiskan biaya sebesar Rp 2,3 triliun dan Terminal Baru Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang sebesar Rp 2,03 triliun.
Selain itu, AP I melakukan pengembangan Bandara Sultan Hasanuddin Makassar dengan biaya sebesar Rp 2,6 triliun, dan beberapa pengembangan bandara lainnya seperti Bandara Sam Ratulangi Manado, Bandara Lombok Praya, Terminal 1 Bandara Juanda Surabaya, Bandara Pattimura Ambon, hingga Bandara El Tari Kupang.
Seluruh proyek tersebut dibiayai melalui skema penggunaan dana internal dan berbagai sumber lain seperti kredit sindikasi perbankan serta obligasi.
"Pandemi Covid-19 melanda pada saat Angkasa Pura I tengah dan telah melakukan pengembangan berbagai bandaranya yang berada dalam kondisi lack of capacity," kata Faik. Dalam rangka merespons kinerja keuangan yang tengah berada dalam tekanan besar, AP I telah menyiapkan berbagai strategi, mulai dari restrukturisasi utang, asset recycling, intensifikasi penagihan piutang, pengajuan restitusi pajak, efisiensi operasional seperti layanan bandara berbasis trafik, simplifikasi organisasi, penundaan program investasi, hingga mendorong anak usaha untuk mencari sumber-sumber pendapatan baru.
"Kami optimis dengan program restrukturisasi ini dapat memperkuat profil keuangan perusahaan ke depan," ujar Faik. Selain itu, untuk mendorong peningkatan pendapatan lainnya, transformasi bisnis usaha yang dilakukan Angkasa Pura I adalah menjalin kerja sama mitra strategis untuk Bandara Hang Nadim Batam, Bandara Dhoho Kediri, Bandara Lombok Praya, pemanfaatan lahan tidak produktif seperti lahan Kelan Bay Bali, dan mengembangkan airport city Bandara YIA serta eks Bandara Selaparang Lombok.
"Manajemen tengah berupaya keras untuk menangani situasi sulit ini dan berkomitmen untuk dapat survive dan menunaikan kewajiban perusahaan kepada kreditur, mitra, dan vendor secara pasti dan bertahap," ucap Faik. (tum)