WALINKI.ID | Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia mengakui ada anomali dalam realisasi investasi Indonesia dengan serapan tenaga kerja.
Ini tercermin dari kinerja investasi yang moncer tapi tidak sebanding dengan penyerapan tenaga kerjanya.
Baca Juga:
Kelulusan S3 Bahlil Lahadalia Ditangguhkan Universitas Indonesia
Ia mengatakan realisasi investasi Indonesia memang tembus Rp302,2 triliun pada kuartal II-2022 atau meningkat 35 persen dibandingkan kuartal II-2021.
Tapi di tengah realisasi investasi yang moncer itu, tenaga kerja yang berhasil diserap hanya sebanyak 320.534 orang, atau naik 8.612 dibandingkan periode sama tahun lalu yang 311.922.
"Jadi kalau mau dikritik, berarti nggak ada artinya dong realisasi investasi tinggi, tapi lapangan pekerjaan turun. Saya jawab, iya nggak ada artinya," ujar Bahlil di kantornya, Rabu (20/7).
Baca Juga:
Daftar Lengkap Pengurus DPP Partai Golkar Periode 2024–2029
Menurutnya, penyerapan tenaga kerja tak sejalan dengan peningkatan investasi, karena investor yang masuk paling banyak ke sektor padat modal.
Karena kecenderungan itu, perusahaan-perusahaan tersebut banyak menggunakan mesin dalam berproduksi.
"Sementara mesin masuk lapangan pekerjaan, yang merakit mesin itu nggak banyak," kata dia.
Dengan kondisi ini, maka ke depannya ia bertekad menggaet investor yang masih menggunakan tenaga kerja manusia. Sehingga, penyerapan tenaga kerja bisa sejalan dengan peningkatan investasi di tanah air.
"Ini salah satu yang kita genjot ke depan. Kami memintanya harus pakai orang dulu, meski emang nggak efisien kecepatan produksinya," jelasnya.
Di sisi lain, Bahlil menekankan agar peningkatan investasi tidak hanya dilihat dari sisi tenaga kerja, tapi juga dampaknya ke sektor lain.
"Tetapi ini jangan hanya dilihat dari lapangan pekerjaan, nilai tambahnya saat industri ini jalan itu juga harus diperhitungkan. Nanti begitu dia jalan bisa menciptakan lapangan kerja, karena butuh suplayer, butuh logistik dan itu rantai pasok multiplier efek," pungkasnya. [jat]