WALINKI ID I Setelah sebelumnya ada Shell dan Chevron yang menyatakan akan menarik diri masing-masing dari proyek Blok Masela, Maluku dan Indonesia Deep Water Development (IDD), Kalimantan Timur, terbaru ConocoPhillips, perusahaan migas berbasis di Houston, Amerika Serikat, juga mengumumkan melepaskan sahamnya di Blok Corridor, Sumatera Selatan, kepada PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC).
Sejumlah perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asing itu beberapa waktu belakangan ini menyatakan akan mundur dari proyek hulu migas nasional.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Siap Layani Energi Mitra Global
Kondisi ini tentunya kontraproduktif dengan target ambisius RI untuk mencapai produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2030 mendatang.
Lantas, apakah pemerintah tidak khawatir dengan kondisi ini?
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai regulator hulu migas di Tanah Air pun buka suara.
Baca Juga:
SKK Migas Kalsul dan KKKS Kunjungi Kemenhub RI Pastikan Kelancaran Hulu Migas
Benny Lubiantara, Deputi Perencanaan SKK Migas, mengaku pihaknya pun khawatir dengan kondisi yang terjadi saat ini. Terlebih, adanya kampanye dunia untuk berbondong-bondong beralih ke energi terbarukan, ini akan semakin menyulitkan untuk menarik investor asing.
"Khawatir sih.. karena di era energi transisi ini, menarik investor hulu global kelas kakap semakin sulit," ungkapnya, seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Jumat (10/12/2021).
Namun demikian, menurutnya pihaknya terus mengevaluasi secara rutin dari capaian produksi migas nasional dan proyek baru mana saja yang akan mulai beroperasi dan mana yang akan mundur.
Dia mengatakan, upaya mencapai target produksi minyak 1 juta bph dan gas 12 BSCFD pada 2030 itu sudah dengan memperhitungkan proyek yang akan mundur selama satu hingga dua tahun ke depan.
"Mengenai pengaruh ke target 1 juta bph dan 12 BSCFD pada 2030, kami akan update secara rutin, update tahun ini sudah memperhitungkan onstream (beroperasinya) beberapa proyek mundur 1-2 tahun," tuturnya.
Pihaknya pun akan mendorong percepatan eksploitasi blok migas non konvensional (MNK) seperti Gas Metana Batu Bara (Coal Bed Methane/ CBM) atau Shale Gas untuk mencapai target produksi migas pada 2030 tersebut.
"Kita mendorong percepatan eksploitasi Migas Non Konvensional (MNK) untuk membantu pencapaian target tahun 2030 tersebut," ujarnya.
Seperti diketahui, ConocoPhillips mengumumkan akan melepas seluruh sahamnya kepada PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC).
Pelepasan saham ke Medco ini ditandai dengan penandatanganan kesepakatan Medco untuk mengakuisisi seluruh saham yang diterbitkan ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd. (CIHL) dari Phillips International Investment Inc., yang merupakan anak perusahaan dari ConocoPhillips, kemarin, Rabu (08/12/2021).
CIHL memegang 100% saham di ConocoPhillips (Grissik) Ltd (CPGL) dan 35% saham di Transasia Pipeline Company Pvt Ltd. CPGL adalah operator dari blok gas Corridor (Corridor PSC), Sumatera Selatan, dengan kepemilikan hak partisipasi 54% di Blok Corridor ini.
Dalam keterangan resmi ConocoPhillips, nilai aset yang akan dijual ke Medco ini mencapai US$ 1,355 miliar atau sekitar Rp 19,5 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per US$).
ConocoPhillips akan menggunakan hasil dari penjualan aset di Indonesia untuk kepentingan kepemilikan saham tambahan di Australia Pacific LNG (APLNG) sebesar 10% dari Origin Energy.
Sementara nilai kepemilikan saham tambahan APLNG sebesar 10% dari Origin Energy itu mencapai US$ 1,645 miliar (Rp 24 triliun).
Cabutnya ConocoPhillips bukan menjadi yang pertama. Sebelumnya, raksasa migas asal Belanda, Royal Dutch Shell Plc (Shell), dikabarkan bakal cabut dari pengelolaan Lapangan Abadi, Blok Masela, Laut Arafuru, Maluku.
Shell melalui Shell Upstream Overseas memiliki saham partisipasi Lapangan Abadi, Blok Masela, Laut Arafuru, Maluku, sebesar 35%.
Sedangkan sisanya dimiliki oleh Inpex via Inpex Masela sebanyak 65%. Dari blok itu ditargetkan produksi LNG 9,5 juta ton. Nilai investasi pengembangan Blok Masela akan mencapai sekitar US$ 20 miliar.
SKK Migas memproyeksikan Blok Masela akan beroperasi pada 2027 mendatang. Sementara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengharapkan satu tahun lebih cepat.
Selain Shell, Chevron Indonesia Company juga berencana hengkang dari proyek Indonesia Deep Water Development (IDD) alias ultra laut dalam.
Sebelumnya, pihak Chevron menyampaikan bahwa proyek IDD tahap 2 dengan nilai investasi menembus US$ 5 miliar itu tidak dapat bersaing untuk mendapatkan modal dalam portfolio global Chevron. (tum)