WALINKI ID I Koin jadul alias kuno memang terlihat seperti recehan belaka. Tapi siapa sangka, semakin kuno, recehan ini bisa bernilai sampai ratusan juta rupiah.
Adalah Yohanes Dicky (23 tahun) punya hobi mengumpulkan uang kuno sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Ketertarikannya terhadap uang kuno berawal tatkala dirinya suka diberi 'angpao' dari keluarga dan koleganya.
Baca Juga:
Lima Pimpinan Baru KPK Ditetapkan, Setyo Budiyanto Jadi Ketua
Berbeda dari anak kecil yang lain yang biasanya selalu menghabiskan uangnya, Yohanes justru menyimpan sebagian uang yang sudah diperolehnya itu. Sampai sekarang uang itu menjadi bagian dari beberapa koleksinya.
Dari semua seri rupiah yang pernah terbit, diakuinya ia sudah memiliki semua serinya. Maka tak heran, dari hobinya itu, investasi untuk mengumpulkan uang kunonya sudah mencapai ratusan juta rupiah.
"Investasinya mungkin sudah mencapai Rp 300 juta sampai Rp 400 juta, karena ngumpulinnya dari kecil," cerita Yohanes dikutip dari CNBC Indonesia, Minggu (14/11/2021)
Baca Juga:
Penjualan Anjlok, Pizza Hut Indonesia Tutup 20 Gerai dan Pangkas 371 Karyawan
Pria yang kini tinggal di Purwokerto ini mengaku, banyak mendapatkan uang kuno dari antar sesama teman komunitasnya. Atau biasanya, semasa ia pernah tinggal di Yogyakarta ia biasa mencari uang kuno di Pasar Klithikan Yogyakarta.
Berdasarkan pengalamannya, kata Yohanes uang kuno yang paling banyak dicari di kalangan kolektor adalah uang Gulden zaman penjajahan Belanda. Antara seri tahun 1930-an hingga zaman sebelum Indonesia Merdeka atau di bawah tahun 1945.
Juga yang paling banyak dicari adalah Rupiah yang sengaja dicetak Bank Sentral saat hari-hari peringatan tertentu. Namun diakuinya, uang-uang peringatan khusus RI zaman dahulu sulit didapatkan.
"Yang paling banyak dicari biasanya dari Zaman Belanda, uang yang terbit pada Tahun 1930-an, uang dalam seri wayang itu benar-benar langka. Jepang juga cukup langka koinnya. Kalau Rupiah yang paling banyak dicari itu uang-uang peringatan," jelas Yohanes.
Semakin langka barangnya, maka semakin mahal harganya. Per lembar atau koin uang yang langka barangnya, harganya bisa untuk membeli satu buah mobil toyota atau honda baru.
"Yang Belanda bisa beli mobil per lembarnya itu, yang seri Wayang. Sekarang masih diharga ratusan juta per lembarnya. Karena memang jarang yang punya, jarang yang keluarin atau bersedia dijual," tuturnya.
"Kalau uang Rupiah kertas yang banyak dicari itu gambar Barong Bali yang ada di pecahan Rp 10.000, itu cukup susah dicari, harganya bisa jutaan hingga ratusan juta, tergantung kondisi. Yang lebih mahal lagi seri hewan tahun 1970-an, itu pecahan Rp 5.000 ada gambar banteng, harganya bisa Rp 60 juta sampai Rp 70 juta," kata Yohanes lagi.
Sementara uang-uang tahun 1990-an, seperti uang Rp 500 gambar orangutan, menurut Yohanes nilainya masih terbilang belum tinggi untuk dijadikan investasi.
Yohanes sendiri saat ini sudah memiliki semua seri rupiah sejak zaman dahulu kala hingga uang masa terkini edisi khusus yang diterbitkan langsung oleh Bank Indonesia dalam jumlah terbatas.
"Rupiah hampir semua sudah (dimiliki), dari zaman kemerdekaan sampai sekarang hampir semua sudah punya. Cuma beberapa yang mahal-mahal belum, karena perawatannya juga harus beda, gak bisa dimasukkan ke dalam album seperti uang-uang murah," jelas Yohanes.
Pengakuan pria kelahiran 1 Agustus 1998 ini, semasa ia mengoleksi uang kuno harga termahal yang pernah ia beli justru uang terkini edisi khusus yang dilelang langsung oleh Bank Indonesia (BI), dibeli seharga Rp 27 juta.
Uang yang dibeli seharga Rp 27 juta tersebut adalah uang plano atau uang bersambung antar dua lembar atau lebih yang sengaja dicetak tanpa memotong kertasnya, sehingga uang-uang tersebut menyatu satu sama lain.
Uang plano tersebut sengaja dicetak demikian dalam jumlah terbatas untuk konsumsi para kolektor walaupun merupakan alat pembayaran yang sah
"Paling mahal yang pernah saya beli, uang plano kemarin Rp 27 juta. Itu dilelang BI bekerja sama dengan Balai Lelang di Jakarta. Plano selembar isinya 40 uang, nominalnya Rp 4 juta, tapi jadi satu kayak selembar kertas. Jadi berjejer-jejer Rp 100.000 gitu, tapi tidak digunting," ujarnya. (tum)