Walinki.id | Maraknya penggunaan senyawa BPA pada kemasan pangan, menimbulkan banyak desakan untuk segera melakukan pelabelan berbagai produk yang dipasarkan.
Salah satu yang tak luput dari perhatian adalah produk air minum dalam kemasan (AMDK) plastik polikarbonat. Dalam perihal ini, pelaku usaha dituntut untuk bertanggung jawab memberikan rasa aman dan juga menaati aspek hukum yang menjamin kepentingan masyarakat sebagai konsumen.
Baca Juga:
Diduga Oknum Ketua DPD (LSM) Membekingi Judi Mesin Tembak Ikan di Bagan Siapi-api, Kecamatan Bangko
Permasalahan yang teramat serius ini, didiskusikan dalam forum para pakar dan praktisi bertema “Expert Forum: Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen" bertempat di Gedung Makara Universitas Indonesia, Rabu (23/11).
"BPA ini bukan hanya persoalan di tingkat nasional, tapi sudah menjadi persoalan global. Persoalan yang di berbagai negara sudah diatur. Jadi ini persoalan global yang harus ditangani," ungkap Rita Endang, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sejauh ini, pelarangan penggunaan bahan kimia BPA pada kemasan pangan sudah diterapkan di sejumlah negara seperti Prancis, Brazil, Kolombia, serta Negara Bagian Vermont dan California di Amerika Serikat.
Baca Juga:
Ketua KPU Jakarta Barat Ingatkan Dokumen Yang Perlu Dibawa ke TPS Pilkada 2024
“Di California, sudah diberlakukan pencantuman label peringatan yang bertuliskan: ‘BPA dapat menyebabkan kanker, gangguan kehamilan dan reproduksi’,” kata Rita memberi contoh.
“Kami tidak mau menunggu ada kasus terlanjur banyak atau sudah sangat kritis baru bertindak, kalau ada persoalan harus segera ditangani. BPOM hadir untuk melindungi keselamatan masyarakat,” jelasnya, sambil menyinggung potensi bahaya kesehatan yang bisa ditimbulkan BPA seperti gangguan seksual, perubahan perilaku pada pria atau wanita, kanker prostat dan jenis kanker lainnya.
Untuk mengantisipasi migrasi BPA pada produk galon polikarbonat yang beredar masif di Indonesia, per November 2021, BPOM telah mengeluarkan Rancangan Peraturan BPOM tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Pada tiga pasal yang dimuat, dinyatakan bahwa produsen air minum galon berbasis polikarbonat wajib memasang label “Berpotensi Mengandung BPA”, terhitung tiga tahun sejak peraturan disahkan.
Dampak negatif BPA pada kesehatan manusia ini diperkuat oleh Agustina Puspitasari, Ketua Bidang Penyakit Tidak Menular pada Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).
Menurut Agustina, paparan BPA dapat mempengaruhi fungsi hormon normal pada manusia karena sifatnya endocrine disruptor. Lebih lanjut, ia juga memberikan beberapa studi terkait paparan BPA.
Di antaranya menunjukkan ada hubungan peningkatan konsentrasi BPA dalam urin dengan turunnya kualitas sperma.
Agustina menjelaskan bahwa wanita hamil yang terpapar BPA selama pre-natal, ada pengaruhnya pada perilaku agresif dan hiperaktif, terutama ke anak perempuan.
Sehingga, hal tersebut tak boleh juga disepelekan. Selain itu, ada pula hubungan antara paparan BPA dengan peningkatan tekanan darah, diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.
Potensi Bahaya BPA pada Kemasan Pangan
Sementara itu, pakar material dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Prof. Mochamad Chalid, memaparkan risiko cemaran BPA dalam kemasan pangan yang disebutnya berbahaya karena digunakan tak sesuai aturan.
“Pelepasan BPA dapat terjadi melalui peluruhan polikarbonat dengan adanya air pada suhu dalam waktu tertentu” kata Chalid.
Suhu dan waktu menjadi kunci terhadap pelepasan senyawa BPA dari galon polikarbonat ke air minum, antara lain yang paling besar potensinya terjadi saat transportasi galon dari sistem produksi ke konsumen dan karena galon digunakan berulang-ulang.
“Pelabelan tentang BPA menjadi penting untuk menjamin kesehatan konsumen,” kata Chalid. Namun di sisi lain, “Masyarakat juga perlu mengambil sikap terbaik, di antaranya dengan mengenali produk kemasan yang digunakan dan agar menggunakannya dalam batas aman.”
Mengenai besarnya sorotan media dan masyarakat pada galon BPA bekas pakai, Chalid mengatakan hal itu terjadi karena sudah ada temuan yang mengkhawatirkan berdasarkan hasil survei BPOM di lapangan.
Hal ini berbeda dengan senyawa Ethylene Glycol (EG) pada plastik kemasan sekali pakai dari jenis Polyethylene Terephthalate (PET), yang sejauh ini belum ditemukan bukti adanya peluruhan yang mencemari air minum di dalam galon PET.
“Jadi wajar saja galon polikarbonat jadi prioritas (untuk dipasangi label peringatan), karena berdasarkan hasil temuan BPA yang sudah ada,” ungkapnya.
Hak Konsumen Indonesia Dilindungi oleh Hukum
Di tempat yang sama, pakar Hukum Perlindungan Konsumen dan Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa FHUI, Dr. Henny Marlyna mengatakan bahwa konsumen Indonesia dilindungi oleh hukum, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
“Tujuannya antara lain menciptakan sistem Perlindungan Konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi,” kata Henny.
Menurutnya, hukum ini juga untuk menumbuhkan kesadaran pelaku usaha tentang pentingnya Perlindungan Konsumen, sehingga menumbuhkan sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berbisnis.
Terlebih, dengan adanya hukum Perlindungan Konsumen ini, maka diharapkan para pelaku usaha bisa meningkatkan kualitas barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Henny juga mengingatkan kepada para pelaku usaha, dalam hal ini yang terkait dengan bisnis air minum dalam kemasan galon bekas pakai yang mengandung BPA, bahwa sesuai hukum mereka punya kewajiban untuk memberikan info yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang, serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaannya.
Dari pendekatan ekonomi, Konsultan Senior di Institut Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Dr. Tengku Ezni Balqiah mengatakan, bahwa label pada kemasan galon air minum bisa dilihat sebagai peringatan oleh konsumen.
Ia menjelaskan bahwa konsumen akan melihat risiko dan manfaat dari memilih produk air minum yang dilabeli. Label sendiri adalah hak konsumen yang membantu memberikan perlindungan kepada mereka.
Menurutnya, berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan pada 2022, label yang memberi peringatan tentang bahaya plastik akan mengurangi ketidakseimbangan informasi, dan justru akan semakin meningkatkan efisiensi pasar.(jef)