WALINKI ID | Risiko yang dimaksud adalah mulai dari tekanan inflasi, kebijakan normalisasi suku bunga oleh bank sentral, pertumbuhan ekonomi yang tak merata hingga potensi krisis di negara- negara berkembang.
Situasi ini dinilai akan membuat banyak negara dalam situasi yang sulit.
Baca Juga:
Menkeu: Kemenkeu Dukung dan Berikan Bantuan Maksimal Kepada Seluruh K/L pada KMP
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan sejumlah risiko global di tahun ini.
Kondisi ini kemungkinan akan membuat dunia ketar-ketir.
"Tekanan inflasi terus berlanjut dan membuat negara-negara dunia membentuk respons, ini menciptakan lingkungan yang tidak mudah bagi seluruh negara, terutama untuk negara berkembang dan negara emerging," ujarnya dalam Mandiri Investment Forum, Rabu (9/2/2022).
Baca Juga:
Sri Mulyani Minta Pemangkasan 50% Anggaran Perjalanan Dinas, Ini Instruksinya
Menurutnya, saat tekanan inflasi sudah terjadi di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat yang membuat bank sentral yakni the Fed harus melakukan tapering.
Bank Indonesia bahkan memperkirakan the Fed akan menaikkan suku bunganya sebanyak 4 kali tahun ini.
Lanjutnya, saat ini sudah ada beberapa negara yang mulai menaikkan suku bunganya karena inflasi yang tinggi.
Diantaranya Brazil yang inflasinya 10,1% menaikkan suku bunga 10,8% dan ada juga Rusia yang inflasinya 8,4% dan bunga acuannya menjadi 8,5%
Kemudian ada Mexico inflasinya 7,4% dan suku bunganya naik menjadi 5,5% dan Afrika Selatan inflasinya 5,9% sehingga suku bunga naik menjadi 4%. Serta ada juga Inggris yang suku bunganya naik menjadi 5,4%.
"Inflasi di AS sekarang sudah 7% dan di Uni Eropa sudah 5%. Dengan fenomena tersebut, kami memproyeksi bahwa volatilitas dari aliran modal dan nilai tukar akan terdampak," kata dia.
Fenomena ini juga ditandai dengan revisi perekonomian global oleh beberapa lembaga dunia seperti IMF.
IMF merevisi perekonomian dunia pada Januari 2022 menjadi 4,4% atau lebih rendah 0,5% dari perkiraan pada Oktober 2021.
Kemudian risiko lainnya adalah geopolitik yang terjadi sehingga menyebabkan perekonomian tumbuh tak merata di tahun ini. Dimana harga komoditas naik menguntungkan dan menjadi bencana bagi sebagian negara.
"Dengan situasi seperti itu, baik di sisi pandemi maupun lingkungan ekonomi global, menjadi lebih menantang dan rumit," pungkasnya. [tum]