WALINKI ID | Kisah warga Kampung Miliarder di Kecamatan Jenu, Tuban, ternyata belum selesai.
Pasalnya warga kampung miliarder Tuban sekarang baru menyesal sudah jual tanah ke Pertamina.
Baca Juga:
Permintaan Tinggi, Sumatera Barat kembali Ekspor Cecak 670 Kg ke Hong Kong
Padahal dulu mereka gembar-gembor beli mobil dan motor mewah setelah jadi miliarder dadakan.
Kini untuk beli makan saja mereka mengaku kesusahan, apa yang terjadi?
Melansir dari Tribunjatim.com, Selasa (25/1/2022) kini kabar tak mengenakkan datang bagi warga Kampung Miliarder di Tuban.
Baca Juga:
PMN bakal Percepat Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera
Yakni setelah mereka dapat ganti rugi penjualan lahan untuk proyek kilang minyak Pertamina Grass Root Refinery (GRR).
Ya, setelah hampir satu tahun, kini sebagian dari mereka malah nasibnya tak sejaya dulu lagi.
Boro-boro mau beli motor baru, untuk kebutuhan sehari-hari saja mereka sulit memenuhinya.
Bahkan ada yang sejumlah warga yang mengaku menyesal telah menjual tanahnya ke perusahaan.
Hal itu diketahui saat unjuk rasa warga enam desa di ring perusahaan patungan Pertamina dan Rosneft asal Rusia, Senin (24/1/2022).
Di antaranya warga Desa Wadung, Mentoso, Rawasan, Sumurgeneng, Beji dan Kaliuntu, Kecamatan Jenu.
Seorang kakek warga Desa Wadung, Musanam, mengaku menyesal telah menjual tanah dan rumahnya ke PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PT PRPP), setahun lalu.
Kini kakek yang berusia 60 tahun ini sudah tidak lagi memiliki penghasilan tetap, sebagaimana setiap masa panen.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ia pun terpaksa harus menjual sapi ternaknya.
"Sudah tak jual tiga ekor untuk makan dan kini tersisa tiga," ujarnya di sela-sela aksi demo.
Warga bernama Musanam mengaku menyesal menjual tanahnya di sekitar kilang minyak Tuban, Jawa Timur
Hal lain juga disampaikan Mugi (60), warga kampung miliarder lainnya.
Kini ia kesulitan mendapatkan penghasilan setiap panen setelah menjual tanah seluas 2,4 hektare ke perusahaan plat merah tersebut.
Sekarang ia sudah tak lagi mendapat hasil melimpah saat panen. Padahal dulu biasanya ia bisa mendapat Rp40 juta saat panen.
"Dulu lahan saya tanami jagung dan cabai, setiap kali panen bisa menghasilkan Rp40 juta."
"Kini tak lagi memiliki penghasilan setelah menjual lahan," ungkap Mugi.
Ia juga bercerita dulu lahan miliknya dijual sekitar Rp 2,5 miliar.
Kemudian uangnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, sisanya ia tabung.
Mugi mengingat, dulu sering didatangi pihak Pertamina saat berada di sawah agar mau menjual lahan. Segala bujuk rayu pun ditawarkan, termasuk tawaran pekerjaan untuk anaknya.
Namun hingga kini, tawaran tersebut tak pernah terealisasi.
"Dulu saya didatangi pihak Pertamina agar mau jual lahan."
"Janji diberi pekerjaan anak-anak saya tapi tidak ada sampai sekarang," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, sekitar 100 massa yang melibatkan Karang Taruna dari aliansi warga enam desa, berdemo pada Senin (24/1/2022).
Mereka menyoal PT PRPP yang dinilai tidak kooperatif.
Korlap aksi, Suwarno mengatakan, ada lima tuntutan dari masyarakat ring perusahaan.
Pertama, memprioritaskan warga terdampak terkait rekruitmen security (keamanan).
Kedua, semua vendor yang ada di Pertamina di dalam rekruitmen tenaga kerja harus berkoordinasi dengan desa.
Ketiga, sesuai dengan janji dan tujuan pembangunan, Pertamina harus memberi kesempatan dan edukasi terhadap warga terdampak.
Keempat, jika Pertamina bisa mempekerjakan pensiunan yang notabenenya usia lanjut, mengapa warga terdampak yang harusnya diberdayakan malah dipersulit untuk bekerja dengan dalih pembatasan usia.
Kelima, keluarkan vendor maupun oknum di lingkup project pertamina yang tidak pro terhadap warga terdampak.
"Aksi ini adalah buntut dari ketidakterbukaan Pertamina terhadap desa di ring perusahaan."
"Kita mendesak tuntutan direalisasikan," ujarnya kepada wartawan.
Sementara itu, Corporate Affairs PT PRPP, Yuli Wahyu Witranta, saat dikonfirmasi terkait aksi warga di ring perusahaan belum memberikan tanggapan detail.
Dari upaya konfirmasi yang dilakukan, ia menjawab akan ada rilis.
Namun hingga jelang malam saat dikonfirmasi ulang, Yuli menjawab belum dapat persetujuan dari Kilang Pertamina Internasional (KPI).
"Belum dapat persetujuan KPI," jawab Yuli mengabarkan update rilis.
Padahal dulu saat viral, seorang Kades Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Gihanto, mengungkapkan rasa kekhawatirannya.
Yakni setelah para warganya terima uang miliaran rupiah dari penjualan tanah.
"Ada rasa kekhawatiran karena sedikit yang dibuat usaha," kata Kades ditemui di rumahnya, Selasa (16/2/2021).
Dia menjelaskan, di desanya ada sekitar 840 KK, namun yang tanahnya dijual untuk kebutuhan lahan kilang minyak Pertamina GRR sekitar 225 orang.
Nilai tanah di sekitar lokasi dihargai Rp 600-800 ribu, lebih jauh tinggi di atasnya dibanding harga semula Rp100-150 ribu.
Rata-rata yang menjual tanahnya, 90 persen untuk beli mobil, 75 persen untuk beli tanah, 50 persen untuk bangun rumah.
Sedangkan yang untuk usaha sedikit sekali, hanya beberapa saja.
"Yang dibuat untuk usaha sedikit, banyak yang digunakan untuk beli mobil."
"Sudah ada 176 mobil baru yang dibeli secara bertahap, kemarin baru datang 17 mobil," terang sang Kades. [tum]