WahanaKonsumen.com | Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat pada periode 1 Januari-22 Juli 2021, nilai kerugian konsumen di Indonesia mencapai Rp 1,06 triliun, dan terbanyak berasal dari kasus di sektor jasa keuangan, e-commerce, dan perumahan.
"Ini angka yang sangat fantastik yang perlu menjadi catatan bagi pemerintah terkait dengan kerugian yang dialami konsumen," ujar Komisioner Penelitian dan Pengembangan BPKN Anna Maria Tri Anggraini seperti dilansir dari Antara, Rabu (13/10).
Baca Juga:
Sederet Biskuit Asal Malaysia Diklaim Mengandung Zat Pemicu Kanker
Secara rinci, kerugian berasal dari 2.050 kasus dari sektor jasa keuangan, 364 kasus di e-commerce, 145 kasus di perumahan, 36 kasus di jasa telekomunikasi, dan 20 kasus di jasa transportasi. Atas temuan ini, BPKN merekomendasikan pelaku usaha atau jasa agar menindaklanjuti keluhan dan memenuhi hak konsumen.
Sayangnya, menurut catatan BPKN sejak data dikeluarkan pada 2005 lalu, rekomendasi ini jarang ditindaklanjuti oleh pelaku usaha atau jasa. Bahkan, BPKN mencatat hanya 46 dari 207 rekomendasi yang direspons. Sisanya, 161 rekomendasi tidak ditanggapi, termasuk oleh pemerintah.
Padahal, hak-hak konsumen seharusnya dijamin, seperti, pertama, hak atas kenyamanan, keamanan, serta keselamatan dalam penggunaan produk baik berupa barang maupun jasa, termasuk dari penyebaran covid-19.
Baca Juga:
Menteri PDTT: 20 Investor Akan Borong Produk Unggulan Desa di Bali
Konsumen juga berhak mendapat akses informasi yang jelas dan lengkap untuk menghindari kasus insiden perlindungan konsumen serta mendapat perlindungan data pribadi.
Kedua, hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tak diskriminatif sesuai dengan regulasi maupun peraturan perundangan yang berlaku. Ketentuan ini tertuang di Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Selain itu, juga diatur pada UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Hak terhadap Aksesibilitas. Hak pelayanan khusus pun dimiliki oleh kelompok konsumen rentan, seperti orang dengan disabilitas, orang tua, anak-anak, ibu hamil, dan lainnya.
Ketiga, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan.
"Terkait tanggung jawab sepanjang rantai nilai layanan publik apabila terjadi insiden, pihak mana saja yang bertanggung jawab? Apakah pemilik platform? Pelaku usaha? Ataukah tanggung jawab masing-masing Kementerian/Lembaga sebagai regulator," pungkasnya. [ASS]