WahanaNews.co | Keputusan kenaikan cukai tembakau memicu penolakan dari sejumlah pihak, termasuk konsumen yang tergabung dalam Pakta Konsumen.
Pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2023-2024 sebesar 10 persen.
Baca Juga:
Kolaborasi Pemerintah Daerah dan PT. Jasa Raharja Dalam Pengelolaan Pajak Kendaraan Bermotor
Bagi Pakta Konsumen, kebijakan kenaikan CHT seharusnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan di industri hasil tembakau (IHT), termasuk konsumen.
Ketua Advokasi Pakta Konsumen, Ary Fatanen, mengatakan, konsumen sebagai end user selama ini menanggung cukai yang harus dibayarkan saat membeli rokok.
Kontribusi perokok pada penerimaan sudah jelas. Kenaikan cukai akan memengaruhi pola konsumsi konsumen yang mencari produk tembakau dengan harga lebih terjangkau akibat penurunan daya beli.
Baca Juga:
Operasi Gabungan Bea Cukai Indonesia-Malaysia dalam Menyelamatkan Perbatasan dari Ancaman Narkoba
"Kenaikan cukai rokok yang sangat tinggi tidak serta merta menjamin penurunan prevalensi perokok. Perokok bisa saja memilih rokok ilegal yang tidak bayar cukai. Jadi malah tidak efektif," ujar Ary, Jumat (11/11/2022).
Bukan hanya itu, kenaikan cukai, terutama kenaikan yang eksesif, akan menambah polemik baru di ekosistem industri hasil tembakau. Hal itu juga akan berdampak pada pedagang, seperti penurunan omset yang sebagian besarnya berasal dari penjualan rokok.
Ary menjelaskan, dampak ini berasal dari pola konsumsi konsumen yang berubah karena kenaikan cukai. Ary menilai kenaikan cukai 10 persen masih terlalu tinggi karena angka tersebut berada di atas angka inflasi yang pada Oktober berada di angka 5,71 persen year on year.