“Kedua, PLN membutuhkan biomassa untuk mendukung program co-firing di PLTU kami. Dengan kolaborasi ini, maka sampah kota yang sebelumnya selalu jadi momok bisa diolah bersama untuk menjadi sumber energi domestik,” ujar Darmawan.
PLN secara bertahap terus menerapkan teknologi co-firing hingga menjadi 52 PLTU dengan total kapasitas 18 GW pada tahun 2025. Untuk mendukung program ini, PLN membutuhkan pasokan biomassa mencapai 10,2 juta ton per tahunnya pada 2025 sehingga dapat menekan emisi karbon sebesar 11 juta ton CO2 dan gas rumah kaca setiap tahunnya.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
“Untuk menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku biomassa, PLN berkolaborasi dengan berbagai BUMN, pemerintah daerah hingga swasta,” terang Darmawan.
Tak hanya itu, PLN juga melibatkan masyarakat secara aktif dalam penanaman tanaman biomassa bahkan ada pula yang mengelola sampah rumah tangga wilayahnya untuk dijadikan pelet sebagai bahan baku sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi setempat.
Melalui co-firing, PLN mampu dengan cepat meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) karena dapat mensubtitusi batu bara dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Inovasi ini merupakan upaya PLN dalam mendukung Pemerintah dalam percepatan pemanfaatan EBT menuju target 23 persen pada tahun 2025. [JP]