WahanaNews-Konsumen | Perusahaan yang bergerak di bidang pengukuran global dan analisis data NielsenIQ Indonesia mencatat sebesar 98 persen konsumen merasakan kepuasan lewat aktivitas berbelanja secara daring dalam sebuah survei yang mereka lakukan belum lama ini.
"Apakah konsumen happy? Tercatat 98 persen masyarakat merasa senang berbelanja secara online.
Baca Juga:
4 Tips Jadi Konsumen yang Cerdas dan Bijak!
Kenapa? Karena faktor harga dan promosi, diikuti garansi kualitas produk, model pembayaran, dan fitur-fitur menarik," kata Consumer Insights Director NielsenIQ Indonesia Rusdy Sumantri saat diskusi media di Jakarta, Kamis (22/06/23).
Rusdy menjelaskan alasan pertama yang mendasari konsumen memilih berbelanja secara daring adalah harga yang atraktif dan promosi menarik. Menurut dia, sebagian besar responden survei juga mengandalkan tinjauan produk untuk mendapatkan barang yang dianggap berkualitas.
"Ketika sebuah produk banyak yang review, memiliki peringkat bagus, berarti produk tersebut berkualitas. Selain itu, pelanggan juga melihat skor, dan penjual terotorisasi atau terverifikasi, serta kecepatan respons dari penjual," Rusdy menambahkan.
Baca Juga:
Tahun 2024 Belanja Bansos Naik 20,7% Ini Penyebabnya
Survei kecil terhadap 142 responden yang diadakan NielsenIQ Indonesia di Jakarta, Medan dan Surabaya itu menggambarkan persentase penetrasi gaya berbelanja konsumen.
Sebanyak 88 persen konsumen memilih datang ke minimarket, kemudian 82 persen ke pasar tradisional, 34 persen ke supermarket, 48 persen ke pasar basah, dan 7 persen ke hypermarket, serta 10 persen berbelanja secara daring.
Pada survei sebelumnya, minat belanja online berada di angka 13 persen. Meski pun persentase tahun ini turun, angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan 2019 atau sebelum pandemi, yang hanya 3 persen.
"Jadi, pertumbuhannya sendiri sudah tiga kali lipat dari sebelum pandemi. Ini luar biasa," Rusdy memaparkan.
Karakter pasar Indonesia saat ini bersifat omnichannel sehingga gaya berbelanja secara daring tidak akan menggantikan aktivitas pasar luring (offline).
"Jadi, agak sulit mengasumsikan bahwa kita akan seperti negara Korea atau Hong Kong yang lebih fokus ke pasar daring," kata Rusdy.
Berbelanja online juga dinilai tidak akan menghilangkan pasar offline, namun, bersifat sebagai pilihan bagi konsumen. Menurut Rusdy, fenomena itu sama ketika minimarket pertama kali keluar beberapa tahun yang lalu.
"Ini sama persis ketika beberapa tahun lalu minimarket kali pertama keluar, kemudian akhirnya jadi salah satu kanal pilihan konsumen sampai sekarang," kata Rusdy menutup penjelasan.[zbr]