Konsumen.WahanaNews.co, Jakarta - Peredaran alat kesehatan ilegal merupakan ancaman serius bagi pasien atau konsumen, terlebih jika produk itu dipakai langsung ke tubuh.
Direktur Pengawasan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Eka Purnamasari mengatakan, setiap produk farmasi dan alat kesehatan yang memiliki izin edar merupakan produk yang legal dan aman.
Baca Juga:
Tolak Kenaikan PPN 12%, YLKI: Akan Memukul Daya Beli dan Melemahkan Ekonomi
"Kami menyarankan agar masyarakat terus menggunakan produk alat kesehatan yang legal agar terjamin keamanan, mutu dan manfaat produk dengan membeli melalui distributor yang sudah terverifikasi Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) dan produknya memiliki ijin edar," katanya dalam acara talkshow yang diadakan oleh idsMED di Jakarta (16/01/24).
Untuk mendapatkan izin edar, pengusaha harus sudah memiliki perizinan berusaha (termasuk sertifikasi badan usaha) yang sesuai. Setelah itu, pengusaha harus memastikan bahwa produk yang diedarkan juga telah ditelaah dan disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk obat, termasuk vaksin, makanan, dan kosmetik, serta Direktorat Jenderal Farmalkes Kementerian Kesehatan untuk alat kesehatan.
Kuasa hukum PT.idsMED selaku distributor tunggal produk perawatan kulit Rejuran, Hervana Wahyu Prihatmaka, mengatakan di pasaran banyak ditemukan produk Rejuran ilegal dan palsu.
Baca Juga:
Tolak Kenaikan Iuran BPJS, YLKI: Defisit Jangan Dilempar ke Konsumen
"Banyak produk Rejuran yang beredar secara ilegal, baik penjualan di situs e-commerce maupun penjualan offline. Bahkan kami juga menemui banyak klinik yang tersebar di berbagai kota di Indonesia yang kuat dugaan kami menggunakan produk Rejuran ilegal,” katanya dalam acara yang sama.
Produk Rejuran asli, lanjutnya, memiliki izin edar, stiker hologram, serta dilengkapi QR Code khusus. Peredaran produk alat kesehatan ilegal tentu merugikan banyak pihak.
Dari sisi masyarakat pengguna, tentu tidak mendapat jaminan mutu, kualitas, dan keamanan, dari produk ilegal. Selain itu negara juga kehilangan potensi pendapatan pajak. Sementara distributor resmi yang melakukan upaya pemasaran tentu juga sangat dirugikan.
Meski masih ditemukan peredaran alat kesehatan dan sediaan farmasi palsu, namun tak banyak pelaporan yang masuk ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
"Jika dibandingkan dengan pelaporan konsumen di Hongkong dan Singapura, jumlah laporan konsumen Indonesia terkait alat kesehatan maupun laporan medis lainnya masih sangat jauh," kata pengurus harian YLKI, Sudaryatmo.
Ia menilai hal tersebut berkaitan dengan kebiasaan komplain masyarakat Indonesia. Padahal, jika memakai alkes ilegal masyarakat kehilangan hak konsumennya.
"Sebagai konsumen pengguna alkes kita berhak atas keamanan, informasi yang benar dan jujur, termasuk hak mendapat kompensasi atau ganti rugi," katanya.
Sementara itu, menurut Eka, Kemenkes sudah melakukan pengawasan dengan melakukan sampling ke klinik. Mengenai sanksi yang dikenakan, menurutnya itu tergantugn dari bobot kesalahan yang dilakukan.
"Mulai dari pengiriman surat peringatan, penghentian aktivitas distribusi hingga peringatan lebih berat jika terkait legalitas produk yang erat kaitannya dengan sanksi pidana," katanya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]