KONSUMEN.net | Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan, penetapan harga minyak goreng Rp 14 ribu sia-sia saja. Kebijakan satu harga tersebut diberlakukan di tengah harga 'selangit'.
Pasalnya, YLKI menilai sebagai negara dengan penghasil minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia, seharusnya masyarakat menikmati harga minyak goreng yang terjangkau tanpa perlu ada program satu harga.
Baca Juga:
KPPU Surabaya Intensifkan Pengawasan Pasca-Lebaran untuk Kemitraan Usaha Sehat
"Dalam catatan saya, kebijakan subsidi (dengan anggaran) Rp 3,5 triliun dan 1,2 miliar liter itu sebuah kebijakan yang sia-sia seperti menggarami laut. Terbukti tidak efektif sampai detik ini," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus dalam Webinar Para Syndicate, Jumat (28/1).
Kebijakan tersebut, lanjut Tulus, sebagai bentuk ketidakpahaman pemerintah terhadap kondisi pasar, psikologi konsumen, hingga rantai pasok minyak dalam negeri.
Ia justru menyebut pemerintah melakukan praktik anti persaingan dengan menetapkan harga minyak goreng kemasan secara sepihak.
Baca Juga:
Terkait Naik Harga Tiket Pesawat, 6 Maskapai Penuhi Panggilan KPPU
"Dengan harga sepihak, sebenarnya ini kebijakan anti kompetisi karena seharusnya pemerintah cukup tetapkan HET, tapi penyeragaman harga jadi kebijakan anti kompetisi. Justru saya menduga ada sindikat antar pemerintah dengan pedagang minyak goreng besar untuk menentukan harga," ucapnya.
Tulus menyinggung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang belum kunjung mengambil tindakan serius terhadap kenaikan harga minyak goreng yang signifikan sejak tahun lalu.
"Kami juga merasa aneh, di mana seharusnya KPPU itu menjadi wasit kompetisi perdagangan, tapi sampai sekarang tidak ada aksi konkret terkait masalah ini. Ini yang saya kira persoalan hulu belum disentuh pemerintah dan KPPU," jelasnya.