WahanaNews-Konsumen | Masyarakat hilir ekosistem pertembakauan mulai dari konsumen, komunitas dan pedagang tembakau tingwe mengaku khawatir dengan upaya ilegalisasi tembakau dalam Pasal 154 hingga Pasal 158 dan Pasal 457 dalam RUU Kesehatan.
Sebab, pada pasal pengendalian tembakau di RUU Kesehatan itu, berujung pada pelarangan total aktivitas pertembakauan dengan ancaman sanksi pidana.
Baca Juga:
Jokowi Harap RUU Kesehatan Bisa Perbaiki Reformasi di Bidang Pelayanan
Ketua Komunitas Pecinta Tabacum Nusantara Indonesia (KPTNI) Palpenk menuturkan, bahwa pengaturan pengamanan zat adiktif di RUU Kesehatan sangat tidak logis dan menunjukkan inkosistensi Pemerintah yang masih mengandalkan penerimaan negara dari tembakau.
Hal ini jadi pembahasan dalam Diskusi Mbako bertajuk “Regulasi Nirempati Mengancam Masa Depan Pertembakauan,”Jumat lalu.
"Ketika masyarakat sedang mulai memulihkan ekonominya justru dihambat dengan regulasi yang ada. Kami komunitas pertembakauan berkomitmen untuk mengawal agar ekosistem pertembakauan tetap bisa tumbuh," ujar Palpenk dikutip dari keterangannya, Minggu (18/06/23).
Baca Juga:
Jokowi Harap RUU Kesehatan Dapat Reformasi Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Semenara itu, Rohman Nisfi dari Komunitas Emas Hijau Kolektif memandang bahwa tembakau selalu mendapatkan stigma negatif. Padahal secara konkret, pembuat kebijakan dapat melihat realita bahwa tembakau memberikan dampak ekonomi luas di masyarakat.
"Apakah memang Pasal 154 RUU Kesehatan adalah upaya kesengajaan dari pemerintah untuk menyasar atau membunuh tembakau? Sudah sedari lama kampanye negatif terhadap tembakau terus digaungkan. Sekarang, tembakau dilemahkan dengan disamakan dengan narkotika. Legal dijadikan ilegal," ujar Rohman.
Bahrul, salah satu pelaku ekonomi ultramikro di Bekasi, dalam kesempatan itu pun meragukan komitmen Pemerintah untuk memberdayakan kemandirian masyarakat yang hidupnya bergantung pada sektor pertembakauan.