KONSUMEN.net | Perdagangan fisik aset kripto, yang termasuk dalam ekonomi digital di Indonesia, berkembang cukup masif dalam beberapa tahun terakhir.
Sehingga, sinergi antara Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan diperlukan untuk menciptakan ekosistem perdagangan fisik aset kripto.
Baca Juga:
Transformasi Perdagangan Berjangka Komoditi, Bappebti Dorong Transaksi Multilateral
Hal ini ditekankan Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga pada peresmian T-Hub oleh Tokocrypto yang diselenggarakan di Kota Solo, hari ini, Jumat (19/8).
Turut hadir dalam acara ini Wakil Wali Kota Teguh Prakosa, Plt. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko, Chief Operating Officer T-Hub Teguh Kurniawan Harmanda, dan Rektor Universitas Sebelas Maret Jamal Wiwoho.
“Ke depan, perlu dibentuk suatu sinergi dan kerja sama yang lebih baik dan berkelanjutan antara Kementerian Perdagangan sebagai regulator serta seluruh pemangku kepentingan. Dengan begitu, perdagangan fisik aset kripto nantinya dapat memberikan dampak yang lebih optimal bagi masyarakat dan ekonomi nasional,” terang Wamendag.
Baca Juga:
Kejati Jawa Tengah Tahan Pegawai Bank BUMN Terkait Kasus Pembelian Kripto
Berdasarkan Gross Merchandise Value (GMV), nilai ekonomi digital Indonesia pada 2021 adalah sebesar USD 70 miliar dan berada di posisi pertama di antara negara-negara kawasan Asia Tenggara. Pada 2021, nilai transaksi perdagangan aset kripto di Indonesia tercatat sebesar Rp859,4 triliun. Sedangkan, pada 2022, hingga Juli tercatat sebesar Rp232,4 triliun.
“Hal tersebut menjadi indikasi bahwa ekonomi digital di Indonesia dapat menjadi suatu katalisbagi perkembangan perekonomian nasional. Tentunya, dengan tetap memperhatikan aspek hukum yang berlaku di Indonesia,” tegas Wamendag.
Bappebti menerbitkan Peraturan Bappebti (Perba) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto. Peraturan ini merupakan pembaruan sekaligus mencabut Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020.
Pada Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020, terdapat 229 jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan. Kemudian, berdasarkan Perba Nomor 11 Tahun 2022, jumlah tersebut meningkat menjadi 383 jenis.
Wamendag menjelaskan, penyesuaian ini dilakukan karena adanya usulan dari pelaku usaha dan evaluasi dari Kementerian Perdagangan. Peraturan ini merupakan wujud komitmen Kementerian Perdagangan untuk terus berinovasi dan mengikuti dinamika perkembangan pasar fisik aset kripto yang sangat dinamis.
“Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan melalui Bappebti bersama asosiasi dan pelaku usaha terus melakukan kajian dalam rangka mengakomodir perkembangan perdagangan aset digital di Indonesia yang masih erat kaitannya dengan blockchain maupun aset kripto seperti produk Non-Fungible Token (NFT) dan metaverse,” imbuh Wamendag.
Plt. Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko menambahkan, Bappebti juga terus melakukan peningkatan pada pembentukan ekosistem perdagangan fisik aset kripto di Indonesia dengan menelaah Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka untuk selanjutnya dilakukan penyesuaian dalam merespons kebutuhan dan dinamika perdagangan fisik aset kripto di Indonesia.
Penelaahan dan verifikasi juga dilakukan terhadap lembaga kliring yang akan menjadi salah satu kelembagaan dalam ekosistem perdagangan fisik aset kripto yang berfungsi sebagai lembaga yang melakukan penyelesaian dan penjaminan transaksi aset kripto, serta menyimpan fiat/dana pelanggan pada rekening terpisah.
“Bappebti juga secara konsisten akan terlibat aktif dalam pembentukan ekosistem perdagangan fisik aset kripto penting lainnya seperti Bursa Aset Kripto dan Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto. Kami berharap seluruh proses tersebut dapat diselesaikan sesuai amanat Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021,” pungkas Didid. [JP]