WahanaNews-Konsumen | Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) meminta pemerintah untuk bisa menaikkan harga eceran tertinggi (HET) beras di level konsumen.
Pasalnya, tren harga gabah dari petani terus meningkat dan menyebabkan biaya untuk memproduksi beras semakin mahal.
Baca Juga:
Dinkopdag Temanggung Gelar Operasi Pasar Minyak Goreng di Tiga Pasar Tradisional
Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso mengatakan, harga gabah kering panen (GKP) dari petani saat ini bahkan tembus hingga Rp 6.000 per kilogram dari rata-rata sebelumnya masih di kisaran Rp 4.000 per kg–Rp 5.000 per kg.
"Tentunya ini sangat sempit (bagi penggilingan) bila HET beras di konsumen Rp 12.800 per kg (beras premium) apalagi Rp 9.450 per kg (beras medium) ini sangat berat," kata Soetarto dilansir Republika, Senin (13/3/2023).
Diketahui, Badan Pangan Nasional tengah mempersiapkan acuan baru harga pembelian pemerintah (HPP) gabah di tingkat petani merespons tren peningkatan harga saat ini imbas kenaikan biaya produksi.
Baca Juga:
Disperindag Sigi Catat Delapan Komoditi Alami Kenaikan Harga, Termasuk Cabai dan Minyak Goreng
Acuan tersebut utamanya akan digunakan oleh Perum Bulog menyerap produksi petani dan sekaligus akan menjadi parameter penggilingan padi swasta.
Saat ini, HPP gabah dan beras diatur dalam Permendag Nomor 24 Tahun 2020, yaitu gabah kering panen (GKP) tingkat petani Rp 4.200 per kg, gabah kering giling (GKG) tingkat penggilingan Rp 5.250 per kg, beras medium Rp 8.300 per kg.
Badan Pangan pun telah menerapkan fleksibilitas harga khusus bagi Bulog agar bisa bersaing dengan penggilingan swasta mendapatkan pasokan. Melalui fleksibilitas harga, Bulog dapat membeli GKP di petani hingga Rp 5.000 per kg, GKG di penggilingan hingga Rp 6.200 per kg serta beras medium sampai dengan Rp 9.950 per kg.
Sutarto mengatakan, kebijakan HPP gabah dan beras lebih fokus terhadap tingkat harga dari level hulu. Sementara bagi penggilingan lebih fokus pada pengaturan HET beras di hilir yakni konsumen karena akan menjadi dasar perhitungan harga beras yang diproduksi dari penggilingan.
"Jadi menurut saya HPP baru harus dikeluarkan kemudian diikuti dengan HET beras. Jika HPP sudah ada, baru akan dihitung berapa HET beras. Kalau HPP naik kemungkinan besar HET juga akan naik, ini harus sesuai supaya tidak menjadi masalah," ujarnya.
Sutarto mengatakan HPP gabah dan beras petani yang tengah dihitung oleh Badan Pangan harus memastikan keuntungan. Di satu sisi, pemerintah juga harus membenahi rantai pasok beras yang masih cukup panjang agar harga di level konsumen tidak terus meningkat.
Sutarto menambahkan, di tengah era kenaikan harga beras saat ini, pemerintah pun harus memberikan bantuan sosial maupun subsidi untuk beras bagi keluarga kurang mampu. Melalui bantuan tersebut beban masyarakat kelas bawah dapat dikurangi karena harga beras yang saat ini kian mahal.[zbr/republika]