Konsumen.WahanaNews.co, Jakarta - Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Sujatno mengimbau PLN memberikan edukasi lebih kepada konsumennya.
Imbauan ini disampaikan menanggapi kasus denda Rp 33 juta terhadap pelanggan yang mengganti meteran listrik sendiri pada 2016.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
“Informasi dan edukasi harus terus dilakukan agar tidak terjadi distorsi informasi,” ujarnya, Minggu (15/10/23).
Kasus denda hingga puluhan juta rupiah itu dialami oleh pelanggan PLN di Cengkareng. Warga berinisial SL mengunggah curhatannya di media sosial X itu mengaku awam dan tidak tahu menahu soal detail kWH meter.
Pelanggan itu mengklaim selama ini staf PLN selalu mengecek meter listriknya dan tidak terjadi apa-apa.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Kasus ini bermula ketika keluarga SL ingin mengganti meteran listrik dari model piringan menjadi digital. Rumahnya pun kedatangan tim dari Operasi Penerbitan Aliran Listrik (OPAL) untuk mengecek meteran.
Namun, saat dicek, tim OPAL menemukan adanya lubang di plastik penutup meteran sebesar jarum. PLN pun menyatakan hal itu sebagai pelanggaran dan menjatuhkan denda. Keluarga SL sudah membayar denda Rp17 juta.
PLN mengganti meteran digital di rumah SL menjadi mode piring kembali. Namun keluarga SL tetap ingin mengubah kWH meter menjadi mode digital dan minta bantuan petugas PLN, namun belakangan PLN menganggap perubahan meteran listrik sendiri itu sebagai pelanggaran.
Pada Kamis, 12 Oktober 2023, PLN melakukan sidang. Saat itu SL mengajukan laporan keberatan tapi ditolak oleh PLN. SL dituding melanggar penertiban pemakaian tenaga listrik atau P2TL golongan P2, yakni pelanggaran yang mempengaruhi pengukuran energi. Akibatnya SL harus membayar denda sebesar Rp 33 juta.
Menurut Agus Sujatno, sebelum konsumen dijatuhi sanksi seharusnya PLN memberikan bukti konkret berupa rincian angka yang dibebankan. “PLN harusnya punya mekanisme untuk memberikan peringatan sesegera mungkin ke konsumen ketika ditemukan ada kejanggalan dalam tagihan,” kata Agus.
Dengan begitu, permasalahan dapat dideteksi sejak awal. Masyarakat juga bisa mengantisipasi tagihan susulan yang berjumlah besar. “Hal ini juga menghindari dugaan dari konsumen bahwa ada kesengajaan menjebak tagihan menumpuk dengan melakukan pembiaran,” ujar Agus.
Agus berharap PLN dapat memberikan ruang pendapat bagi konsumen, termasuk transparan dalam melihat bukti-bukti yang diajukan konsumen.
Hal itu untuk menghindari asas praduga tak bersalah sebelum menjatuhkan sanksi kepada konsumen. Dalam konteks ini, kasus SL yang tiba-tiba diberi denda sebesar Rp 33 juta, termasuk pemutusan aliran listrik di rumahnya karena belum membayar denda tersebut.
Ketua YLKI Tulus Abadi juga mengatakan PLN harusnya memberikan sosialisasi yang lebih masif.
“Agar masyarakat atau konsumen tidak mengubah segel kWh meteran dengan cara apapun dan oleh pihak manapun, kecuali petugas resmi PLN,” ujar Tulus pada Minggu (15/10/23).
Dengan begitu, kata Agus, konsumen tidak akan kena tagihan atau denda susulan.
[Redaktur: Amanda Zubehor]