KONSUMEN.net | PT PLN (Persero) berharap pemerintah memperluas regulasi program kendaraan Low Cost Green Car (LCGC) menjadi Low Carbon Emission Vehicle (LCEV). Hal ini untuk mendorong ekosistem kendaraan listrik di Indonesia demi mencapai target karbon netral pada 2060.
Program pemerintah terkait Kendaraan Bermotor Hemat Bahan Bakar dan Harga Terjangkau (KBH2) atau Low Cost Green Car (LCGC) sudah dijalankan pemerintah sejak 2013. Namun, perlu adanya pembaruan kebijakan terkait LCGC, seiring perkembangan teknologi dan isu lingkungan yang semakin kuat.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Peluncuran varian mobil listrik diharapkan dapat mendorong makin banyak orang memiliki mobil, mengurangi subsidi bahan bakar, dan untuk berkompetisi dengan mobil impor, serta memperbanyak lapangan kerja di dalam negeri.
Terbaru, Presiden Joko Widodo menyampaikan suplai energi di Indonesia 67 persen berasal dari batu bara, 15 persen bahan bakar atau fuel dan 8 persen gas. Apabila Indonesia dapat mengalihkan energi tersebut maka akan berdampak pada keuntungan pada neraca pembayaran.
“Kalau kita bisa mengalihkan ke energi lain misalnya mobil diganti dengan listrik semuanya, karena PLN oversupply, maka pasokan dari PLN terserap dan impor minyak Pertamina menjadi turun,” ujarnya.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Dirinya menambahkan, transisi energi ini tidak bisa ditunda-tunda. Perencanaan sudah harus mulai disiapkan. Peralihan menuju energi yang lebih ramah lingkungan adalah salah satu upaya pemerintah dalam mengendalikan perubahan iklim.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memastikan kesiapan pemerintah memasuki era kendaraan listrik. Peta jalan pengembangan industri otomotif pun disesuaikan dengan upaya mengurangi emisi karbon.
Kemenperin pun telah mengeluarkan dua peraturan Menteri Perindustrian. Pertama, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi Teknis, Roadmap EV dan Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Selanjutnya, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 28 Tahun 2020 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai dalam Keadaan Terurai Lengkap dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap sebagai bagian tahap pengembangan industrialisasi KBLBB di Indonesia.
"Hingga 2030, industri dalam negeri ditargetkan dapat memproduksi mobil listrik dan bis listrik sebanyak 600 ribu unit. Dengan angka tersebut, diharapkan konsumsi BBM dapat berkurang sebesar 3 juta Barrel serta menurunkan emisi CO2 sebanyak 1,4 juta Ton," jelas Menperin melansir laman pln.co.id.
Target ini ditetapkan untuk mendukung pemenuhan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2030. Untuk memenuhi target tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73/2019 Jo PP 74/2021 yang merevisi aturan tarif PPnBM bagi kendaraan bermotor berdasarkan tingkat konsumsi bahan bakar dan emisi CO2.
"Tentunya insentif PPnBM tersebut hanya diberikan untuk kendaraan bermotor produksi dalam negeri yang memenuhi persyaratan pendalaman manufaktur atau TKDN dalam rangka menarik investasi di sektor perakitan kendaraan bermotor, industri komponen, serta infrastruktur pendukungnya," kata Agus.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mengakui, jika saat ini harga mobil listrik dengan spesifikasi yang setara LCGC masih lebih mahal. Namun, seiring perkembangan teknologi, terutama perkembangan baterai yang harganya sepertiga dari keseluruhan mobil, tentunya ke depan mobil listrik akan semakin murah.
"Produsen otomotif China sudah memproduksi mobil listrik murah di kisaran harga Rp 60 juta. Saya kira program LCGC ke depan akan lebih tepat untuk mobil listrik. Terlebih Indonesia sudah mampu memproduksi baterai mobil di dalam negeri," tuturnya di program Economic Challange Metro TV yang disiarkan Jumat (19/11/2021).
Terkait dengan pilihan mobil ramah lingkungan saat ini di Indonesia, Bob percaya jika kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) lebih baik dibandingkan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV). Berbeda dengan KBLBB yang nol emisi, mobil hybrid masih menghasilkan emisi, karena listriknya diproduksi menggunakan internal combustion engine (ICE).
"Selain itu, efisiensi mobil listrik akan sangat terasa untuk pelanggan jika langsung ke mobil full listrik. Sistem mobil listrik simpel, artinya biaya pemeliharaannya murah juga. Komponennya juga lebih sedikit, tidak seperti ICE yang jumlahnya cukup banyak, sehingga untuk jangka panjang pemeliharaan lebih hemat," lanjut Bob.
Terlebih, Bob menambahkan, dari sisi konsumsi bahan bakar mobil listrik terbukti lebih efisien dibandingkan mobil konvensional. Untuk 1 kilo Watt hour (kWh) listrik mampu menggerakkan mobil listrik sejauh 10 kilometer (km), sama dengan konsumsi mobil konvensional untuk 1 liter bensin.
"Penghematannya di mana? Katakanlah menggunakan Pertamax yang satu liter sekitar Rp 9.000, 1 kWh listrik tegangan rendah sekitar Rp 1.444. Itu berarti dapat penghematannya mencapai enam kalinya, sangat hemat sekali," ujarnya.