KONSUMEN.net | Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mempromosikan ragam produk ekonomi kreatif dalam 1st Tourism Working Group 2022, yang berlangsung di Sudamala Resort, Labuan Bajo, NTT, Selasa malam (10/5/2022).
Di antaranya pakaian tradisional yang dikenakan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin, berupa Tenun sutra Mandar Sureq Marasa; syal songkek khas Manggarai, Nusa Tenggara Timur, yang dikenakan oleh Chair of Tourism Working Group, Frans Teguh, dan Co Chair of Tourism Working Group, Iman Santosa; hingga dihadirkannya ragam produk olahan kuliner khas Nusa Tenggara Timur.
Baca Juga:
Identitas Wanita Penerobos Iring-iringan Mobil Jokowi di Bali: Penjual Kacamata
Kain Tenun sutra Mandar Sureq Marasa yang dikenakan Menparekraf Sandiaga saat membuka 1st Tourism Working Group secara daring ini adalah motif tenun baru dari Sulawesi Barat, yang merupakan gagasan dari Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Barat.
Kain Sureq Marasa ini terdiri dari kombinasi 3 sureq, yaitu Sekomandi Kalumpang, Sambuq Mamasa, dan Saqbe Mandar. Tujuan Sureq Marasa dibuat sebagai upaya untuk melestarikan dan mempromosikan tiga kain unggulan Sulawesi Barat yang merupakan warisan nenek moyang.
Dalam keterangannya, Menparekraf menyampaikan bahwa Kain Sureq Marasa salah satu produk ekonomi kreatif yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya pengrajin yang mayoritas dilakukan oleh ibu-ibu daerah pesisir Sulawesi Barat.
Baca Juga:
Turut Sukseskan KTT G20, Polri Apresiasi Masyarakat Bali
"Tenun Sutra Sureq Marasa dibuat dengan proses handmade dan ditenun dengan alat tradisional yang keseluruhannya dilakukan oleh tenaga manusia, sehingga memiliki nilai jual yang tinggi," ujar Menparekraf.
Sementara itu, syal yang terbuat dari songkek khas Manggrai, NTT, ini adalah kain tenun yang wajib dikenakan saat acara-acara adat. Antara lain saat kenduri (penti), membuka ladang (randang), hingga saat musyawarah (Nempung).
Motif yang dipakai pun tidak sembarang. Setiap motif mengandung arti dan harapan dari orang Manggarai dalam hal kesejahteraan hidup, kesehatan, dan hubungan, baik antara manusia dan sesamanya, manusia dengan alam maupun dengan Sang Pencipta.