Konsumen.WahanaNews.co, Jakarta - Seperti biasanya, saat bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah, tingkat konsumsi masyarakat, terutama makanan dan minuman, terus meningkat.
Peningkatan konsumsi tak hanya sembako, tapi hampir semua barang makanan dan minuman diserbu pembeli baik di pasar swalayan maupun pasar tradisional.
Baca Juga:
Bijak Ber-TKDN, Pj Wali Kota Bekasi: "Jadilah Pahlawan dengan Berperan dalam Pertumbuhan Ekonomi"
Oleh karena itu, guna melindungi konsumen dibutuhkan pengawasan yang baik seiring tingginya perputaran (turn over) barang di tengah masyarakat.
Kemasan bocor, penyok, hingga cacat menjadi risiko terkait dengan perputaran barang yang begitu cepat. Barang yang demikian tentu harus dikembalikan (retur), apalagi kalau barang sampai berubah warna dan aroma.
Terkait dengan hal itu, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah (PPKUKM) DKI Jakarta bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memasuki bulan Ramadhan ini kian gencar terjun ke pasar-pasar untuk melakukan uji dan pengawasan terhadap makanan dan minuman yang dijajakan.
Baca Juga:
Kemasan Produk yang Menarik Perhatian Konsumen
Perlindungan terhadap konsumen menjadi latar belakang melakukan pengawasan dan pengujian di lapangan untuk memastikan produk makanan dan minuman yang dijual aman dan berkualitas, kata Kepala Dinas PPKUKM Elisabeth, Ratu Rante Allo.
Dasar hukum untuk melaksanakan pengawasan dan pengujian terhadap produk yang dijajakan menjelang Idul Fitri berpegang kepada surat Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga Kementerian Perdagangan RI.
Tim PPKUKM dan BPOM juga memeriksa isi parsel untuk memastikan produk yang ada di dalamnya halal dan layak untuk dikonsumsi serta memastikan batas waktu kedaluwarsa, izin edar, dan label tidak dilanggar.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap pedagang takjil untuk memastikan kandungan yang dipakai memang diperuntukkan untuk membuat makanan dan minuman.
Dari hasil pengawasan, telah ditemukan produk tidak memenuhi ketentuan label, kemasan rusak, tidak ada izin edar, dan kedaluwarsa.
Tindakan terhadap produk ini adalah dikembalikan ke produsen hingga pemusnahan. Sedang bagi pedagang, distributor, dan produsen yang bertanggungjawab diberikan peringatan dan sanksi administrasi.
Halal
Ramadhan tak terpisahkan dengan umat Islam menjalankan ibadah puasa satu bulan penuh. Dengan demikian, produk makanan dan minuman yang disajikan harus senantiasa dijamin kehalalannya.
Direktur Pemasaran salah satu perusahaan publik di bidang retail, Iriana Ekasari, menjelaskan bahwa seluruh gerai yang dikelolanya di 65 kota sudah mengantongi sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Sertifikat halal ini sepertinya menjadi keharusan setiap produk yang beredar di Indonesia mengingat 86 persen konsumen merupakan umat Islam dan merupakan potensi pasar yang sangat besar.
Tak hanya itu masyarakat Indonesia kini juga lebih cermat dalam menggunakan aneka produk baik itu makanan segar, makanan olahan, camilan, produk kesehatan dan kecantikan, bahkan keperluan bayi yang selain memastikan ada label BPOM juga ada label halal.
Selektivitas pemilihan produk mulai terlihat sejak pandemi COVID-19. Masyarakat saat ini lebih selektif memilih produk dengan melihat bahan-bahan (ingredients) yang digunakan. Produk berkualitas, mendukung gaya hidup sehat, dan halal selalu menjadi pilihan.
Menyambut bulan suci Ramadhan, banyak perusahaan retail yang memastikan seluruh stok terutama kebutuhan pokok terpenuhi dengan harga yang masih masuk akal. Hal ini bertujuan untuk menjaga konsumen loyal jangan sampai kecewa dengan harga yang ditawarkan.
Selama Ramadhan ini banyak dari perusahaan retail yang mengubah tata letaknya sehingga membuat lebih lega untuk menampung konsumen berbelanja namun tetap menjalankan ibadah puasa dengan nyaman.
Selain itu, peningkatan pelayanan juga dihadirkan dengan menyajikan berbagai produk terbaru dengan cara menambah mitra distributor untuk menjaring pelanggan loyal.
Tak hanya itu inovasi juga sangat penting. Hal ini karena produk yang diperdagangkan di swalayan hampir serupa. Sehingga kompetisi ini lebih kepada inovasi terutama dalam hal pelayanan kepada masyarakat.
Inovasi ini tidak semata-mata berkaitan dengan barang dagangan yang dijajakan tetapi bisa juga aktivitas di masyarakat untuk memastikan nama merek (brand name) tetap melekat di benak konsumen.
Salah satu swalayan besar bahkan menggandeng organisasi nirlaba untuk mendistribusikan makanan dari dari berbagai sumber kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan terutama yang berlokasi di area operasi mereka.
Stabilitas harga
Harga barang, terutama kebutuhan pokok, cenderung mengalami kenaikan harga selama bulan Ramadhan.Bahkan, beberapa komoditas bahkan masuk kategori rentan (volatile) sehingga pemerintah harus melakukan intervensi.
Dalam kondisi ini, konsumen harus jeli untuk memastikan barang kebutuhan yang dibeli masih di harga normal. Banyak konsumen yang memutuskan untuk menunda membeli produk apabila harga yang tertera dianggap terlalu mahal.
Sementara beberapa swalayan lebih memilih untuk tidak menampilkan produk yang dianggap harganya sudah tidak masuk akal serta mengganti dengan produk substitusi yang dari sisi harga masih terjangkau.
Selektivitas terhadap distributor juga menjadi keharusan selama Ramadhan untuk memastikan produk yang ditawarkan kepada konsumen tetap terjangkau namun berkualitas dan tentu dijamin kehalalannya.
Seiring terjadinya peningkatan kunjungan konsumen ke gerai-gerai swalayan selama bulan Ramadhan tentunya harus dibarengi dengan peningkatan pelayanan khususnya ketersediaan produk pangan. Peningkatan daya beli masyarakat di bulan Ramadhan menjadi catatan bagi pengusaha retail untuk melengkapi stok barang.
Pengalaman Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya menjadi pembelajaran bagi pengusaha retail untuk menyiapkan produk-produk yang memang banyak dicari konsumen. Tentunya produk-produk itu harus tetap melalui kontrol ketat untuk memastikan kualitas dan kehalalannya.
Harapan serupa juga ditujukan pedagang di pasar tradisional di tengah-tengah ketidakpastian harga bahan pangan. Harus jeli dalam memilih produk pangan tanpa mengorbankan mutu dan kualitas untuk memastikan konsumen tetap berbelanja di tempat lapaknya.
Dengan demikian, terdapat dua lapis perlindungan kepada konsumen, yakni lapis pertama dari pemerintah sedangkan lapis berikutnya dari pedagang atau pengusaha swalayan.
Melalui perlindungan-perlindungan itu, maka masyarakat, khususnya umat Islam diharapkan bisa menjalankan ibadah puasa hingga Idul Fitri 1445 Hijriah lebih khusyuk tanpa khawatir produk yang dikonsumsinya rusak, tidak sehat ataupun tidak halal.
[Redaktur: Amanda Zubehor]