KONSUMEN.net | Kementerian PUPR berupaya mengatasi kekurangan perumahan (backlog) dan mendorong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah layak huni.
Salah satunya dengan melakukan inovasi penyediaan hunian layak bagi MBR berpendapatan tidak tetap atau informal.
Baca Juga:
Tingkatkan Daya Saing, Kementerian PU Gelar Konstruksi Indonesia 2024 di ICE BSD
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan pihaknya mendorong masyarakat khususnya MBR untuk memiliki hunian layak.
“Pemerintah berkomitmen untuk memberikan hunian yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kami harapkan dapat meningkatkan kualitas hidup para penerima bantuan dengan memiliki rumah yang lebih layak, sehat dan nyaman," kata Menteri Basuki.
Salah satu inovasi perumahan bagi MBR berpendapatan tidak tetap ini diusulkan oleh Inspektur VI Kementerian PUPR Moch. Yusuf Hariagung dalam disertasinya di Program Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) yang disidangkan pada Selasa (22/3/2022).
Baca Juga:
Konstruksi Indonesia 2024, Menteri Dody Tekankan Penggunaan Produk Dalam Negeri
Inovasi yang diusulkan yakni melalui pembentukan Unit Sentral Private Finance Initiative (PFI).
Unit Sentral PFI merupakan suatu komite di bawah Dewan Pengarah, yaitu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai Penanggung Jawab Pelaksana Kegiatan.
Unit sentral PFI tersebut mengintegrasikan Direktorat Perencanaan dan Persiapan (Bappenas), Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah (Kementerian Keuangan), dan Direktorat Penjamin Infrastruktur (PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia) dalam suatu organisasi ramping (lean organization) dalam hal perencanaan dan penyiapan proyek investasi infrastruktur perumahan.
Pemerintah melalui Kementerian PUPR hanya mampu memenuhi 30% atau sekitar 400.000 unit per tahun dari kebutuhan infrastruktur perumahan rakyat. Angka ini masih jauh dari kebutuhan rumah sebesar 1.46 juta unit pertahun di Indonesia.
Untuk itu, Yusuf mengatakan dibutuhkan adanya pendanaan alternatif dari pihak swasta maupun badan usaha untuk mendukung upaya mengatasi backlog.
Salah satu skema pendanaan alternatif yang dapat diadopsi di Indonesia adalah PFI. Keberadaan unit sentral dalam kelembagaan proyek PFI merupakan solusi untuk mengintegrasikan proses birokrasi yang panjang dalam pelaksanaan investasi infrastruktur di Indonesia.
“Unit sentral PFI yang diusulkan akan memiliki beberapa fungsi yaitu, memfasilitasi teknis penyusunan dokumen persiapan proyek, penjaminan proyek, bentuk dukungan pemerintah terhadap proyek, bentuk koordinasi dukungan pemerintah untuk Pemda setempat, asistensi proses pengadaan bagi pihak swasta, dan memfasilitasi koordinasi antara stakeholder dan calon investor,” kata Yusuf.
Lewat skema ini diharapkan penyediaan rumah susun melalui PFI dapat mencapai 200.000 unit pertahun dengan peningkatan investasi swasta sebanyak 30%. Angka ini menambah kontribusi penyediaan unit rumah sebanyak 33.4% dari kebutuhan yang ada.
Yusuf mengatakan rumah susun sewa merupakan bentuk perumahan yang paling tepat bagi MBR berpenghasilan tidak tetap. Hal ini untuk menghindari risiko gagal bayar ke depannya.
Dekan FTUI Prof. Dr. Heri Hermansyah berharap skema PFI ini dapat digunakan untuk mendorong pihak swasta berinvestasi di sektor penyediaan perumahan.
Ia mengatakan skema ini telah dipakai di Inggris dan Australia untuk mengatasi backlog.
Sebelumnya, Kementerian PUPR telah melaksanakan beberapa program pembangunan perumahan bagi MBR berpenghasilan tidak tetap seperti Perumahan bagi Persaudaraan Pemangkas Rambut Garut (PPRG) di Kabupaten Garut, selanjutnya Perumahan bagi Guru Honorer di Kabupaten Kendal, dan Perumahan bagi Penyapu Jalan di Kota Prabumulih. [JP]