WahanaNews-Konsumen | Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tidak keberatan jika iuran peserta BPJS Kesehatan diputuskan naik pada Juli 2025.
Namun, rencana kenaikan tersebut harus diikuti peningkatan layanan kesehatan bagi masyarakat.
Baca Juga:
MPW Pemuda Pancasila Riau-BPJS Ketenagakerjaan Gelar Sosialisasi Jaminan Sosial Pekerja Informal
Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno, mengatakan perkiraan kenaikan iuran BPJS Kesehatan di tahun 2025 juga berdasarkan adanya perubahan tarif standar layanan kesehatan usai terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2023.
"Itu pun terjadi jika tidak ada intervensi baru. Justru hal ini menjadi indikasi bahwa keuangan BPJS dalam kondisi sehat hingga 2025," kata Agus melansir Kumparan, Rabu (19/07/23).
Menurutnya, jika asumsi meningkatnya layanan kesehatan benar terjadi dan ada kenaikan tarif, artinya masih ada ruang dan kesempatan bagi BPJS Kesehatan untuk meningkatkan standar pelayanannya.
Baca Juga:
Dinas Kesehatan Yogyakarta: Perilaku Heteroseksual Masih Risiko Utama Penyebaran HIV/AIDS
"Ini fair bagi konsumen ketika kenaikan iuran dibarengi dengan peningkatan standar pelayanan," ujar Agus.
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengkaji kemungkinan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan pada Juli 2025. Sebab, BPJS Kesehatan berpotensi mengalami defisit Rp 11 triliun di tahun 2025 jika iuran tak naik.
Anggota DJSN Muttaqien mengatakan pada tahun 2022, BPJS Kesehatan mencatatkan aset neto mencapai Rp 56,5 triliun, dengan pendapatan Rp 148,1 triliun dan beban Rp 130,3 triliun, sehingga BPJS Kesehatan mencatat surplus dana jaminan sosial Rp 17,7 triliun.
Dengan iuran BPJS yang saat ini terkumpul dan jumlah aset neto tersebut, menurut dia, tidak perlu ada kenaikan iuran di tahun 2023. Berdasarkan kajiannya dan arahan Presiden Jokowi, iuran BPJS Kesehatan pun tidak perlu naik di tahun 2024.
"Tapi kita hitung lagi, kalau sampai 2024 aman, kapan dibutuhkan kenaikan iuran. Dari perhitungan kami, kira-kira (ada kenaikan iuran) bulan Juli atau Agustus 2025," kata Muttaqien saat ditemui di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (18/7).
Muttaqien melanjutkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu berdasarkan kajian yang menunjukkan akan ada defisit. Diperkirakan defisit itu akan terjadi pada Agustus-September 2025.
"Perhitungan kita kalau diberi waktu sampai kapan, kira-kira di Agustus atau September itu kira-kira mulai ada defisit dari dana BPJS Kesehatan, sampai kami hitung sekitar Rp 11 triliun," kata Muttaqien.
Meski demikian, DJSN belum mengkaji berapa persen kenaikan iuran tersebut. Hal itu akan bergantung pada jumlah klaim, peningkatan peserta, sampai jumlah rumah sakit yang akan dikontrak BPJS Kesehatan di 2023 ini.
"Kami DJSN punya target untuk BPJS di 2024 ini, targetnya 3.083 rumah sakit dikontrak BPJS kesehatan," ujar dia.[zbr]