Lalu apakah harga batu bara yang mahal itu sudah bisa dinikmati oleh produsen batu bara? PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melalui anak usahanya yakni PT Kalim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia. Direktur BUMI Dileep Srivastava menyampaikan bahwa, saat ini pihaknya tengah berusaha untuk memaksimalkan produksi di tengah hujat deras akibat fenomena La Nina.
"Hujan La Nina ini telah mempengaruhi produksi kami selama tiga bulan terakhir," ungkap Dileep kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/3/2022).
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
Yang terang sampai saat ini, BUMI menargetkan peningkatan produksi saat pada tahun 2022 ini yang mencapai 85 juta ton - 90 juta ton, hal itu naik dibandingkan produksi pada tahun 2021 yang mencapai 78 juta ton - 80 juta ton.
Selain BUMI, produsen batu bara raksasa RI yakni PT Adaro Energy Tbk (ADRO) juga tidak lantas mengerek produksi batu baranya di tengah harga yang sedang melejit ini.
Head of Corporate Communication Adaro, Febriati Nadira menyampaikan bahwa, harga batu bara memang tidak dapat prediksi.
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
"Karena itu Adaro akan terus memaksimalkan upaya untuk fokus terhadap keunggulan operasional bisnis inti, meningkatkan efisiensi dan produktivitas operasi, menjaga kas dan mempertahankan posisi keuangan yang solid," ungkap Febriati Nadira kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/3/2022).
Untuk tahun ini, Adaro menargetkan produksi batubara sebesar 58 juta ton - 60 juta ton.
Febriati mengatakan, bahwa Adaro akan terus mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasi sesuai rencana di tambang-tambang milik perusahaan dengan terus berfokus untuk mempertahankan marjin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan. [tum]