WALINKI ID I Kehadiran UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dapat mendukung penerapan pajak digital.
Salah satu harmonisasi dalam regulasi tersebut adalah penambahan pasal dalam UU yang memberikan landasan hukum secara kuat bagi Kementerian Keuangan untuk memungut pajak atas layanan digital.
Baca Juga:
Menkeu Terbitkan Aturan Baru Terkait Tindak Pidana Pajak, Berikut Isinya
Hal itu dikatakan Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan.
"CIPS mengapresiasi adanya penambahan Pasal 32A yang memberikan landasan hukum bagi Kementerian Keuangan untuk menunjuk Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak atas produk/layanan digital," kata Pingkan dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (23/11/2021).
Menurut dia, keputusan dalam regulasi perpajakan itu memberikan penegasan bahwa pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) maupun PSE saat ini tergolong sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pungutan PPN bagi PMSE pada 2020.
Baca Juga:
Subholding Gas Pertamina Bakal Taati Pengenaan PPN Atas Transaksi Penjualan Gas Bumi
Selanjutnya, Pingkan menyatakan perlu adanya pembagian wewenang antar institusi yang jelas terkait implementasi pajak digital karena kebijakan perpajakan Indonesia umumnya menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa pajak konvensional yang sulit untuk diterapkan dalam ranah ekonomi digital.
Selain itu, lanjut dia, perlu adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang inklusif dan efektif serta membutuhkan dialog antara pemerintah dan swasta atau Public-Private Dialogue (PPD) dengan melibatkan perwakilan pemangku kepentingan secara luas.
Menurut Pingkan, proses ini juga akan membantu membangun kepercayaan dan menjembatani jarak antara Kemenkeu dan pelaku usaha serta membantu Kemenkeu beradaptasi dengan model bisnis digital yang kerap kali berubah sesuai dengan perkembangan sektor digital.