WahanaKonsumen.com | Selama ini layanan pinjaman online (pinjol) cenderung dikonotasikan negatif, kendati banyak pula pinjol yang sebetulnya legal dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Layanan pinjol legal ini bisa jadi alternatif bagi masyarakat untuk mengajukan pinjaman. Syarat yang diajukan juga tak begitu sulit jika dibandingkan melakukannya pada bank atau koperasi.
Baca Juga:
Sederet Biskuit Asal Malaysia Diklaim Mengandung Zat Pemicu Kanker
Dalam prosesnya, pinjol juga hanya memerlukan kurang dari 24 jam untuk semuanya beres hingga dana dikirimkan. Ini yang membuat popularitasnya cepat menanjak di kalangan masyarakat.
Namun, menurut sejumlah perencana keuangan, masyarakat juga perlu melakukan pinjaman di pinjol secara bijaksana. Misalnya, tidak melakukan pinjaman lebih dari 30% gaji bulanan yang diterima yang akan membuat lebih mudah melunasinya.
Selain itu, masyarakat atau calon peminjam juga perlu memperhatikan faktor suku bunga pinjol yang cenderung lebih tinggi dan tenor cicilan yang lebih ringkas.
Baca Juga:
Menteri PDTT: 20 Investor Akan Borong Produk Unggulan Desa di Bali
Ini jelas berisiko bisa terjebak jeratan utang yang besar dan tak mampu membayarnya. Sebab itu, berdasarkan arahan dari OJK, investor perlu mempertimbangkan dengan matang keputusan untuk meminjam di pinjol legal.
Berikut sejumlah risiko pinjol bagi nasabah yang menunda pembayaran dan bahkan tidak membayar utang, berdasarkan sejumlah keterangan OJK dan Satgas Waspada Investasi.
Masuk Blacklist SLIK OJK
Saat mengajukan pinjaman, masyarakat pengguna pasti akan diminta data pribadi. Data itu misalnya KTP, KK, NPWP, akun internet banking serta slip gaji. Syarat ini untuk perusahaan fintech dapat mengetahui identitas diri nasabah, seperti nama lengkap, alamat rumah, pekerjaan, alamat kantor, nomor kontak dan orang terdekat.
Jika tidak mampu melunasi pinjaman, harus siap data pribadi dilaporkan ke OJK serta masuk daftar hitam layanan pinjaman. Kalau sebelumnya ada BI checking, kini daftar hitam sudah digantikan dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK OJK).
OJK menjelaskan bahwa SLIK adalah catatan informasi terkait riwayat debitur bank dan lembaga keuangan lainnya, terutama informasi mengenai lancar atau tidaknya pembayaran kredit.
Catatan debitur di SLIK dikumpulkan dari hasil saling dipertukarkan antar-bank dan lembaga keuangan. Informasi yang dipertukarkan di antaranya identitas debitur, agunan, pemilik dan pengurus yang jadi debitur, jumlah pembiayaan yang diterima, dan riwayat pembayaran cicilan kredit, dan kredit macet.
Jika masuk daftar hitam itu Anda akan mendapatkan masalah hingga tak bisa lagi mengajukan bantuan keuangan dari lembaga keuangan.
Pastikan skor kredit positif dengan membayar tagihan dari layanan pinjaman apapun secara tepat waktu. Anda akan dipercaya untuk mengajukan pinjaman saat waktu krusial dan mendesak.
Denda dan Bunga yang Menumpuk
Saat telat membayar pinjaman Anda harus membayar denda. Beban ini akan terus menumpuk dan membuat utang menjadi makin banyak. Selain itu bunga yang dibebankan juga tinggi. Tidak butuh waktu lama hingga jumlah pinjaman menjadi membengkak besar dan mustahil dilunasi.
Salah satu solusinya mungkin bisa mengajukan keringanan bunga atau memperpanjang tenor. Dengan begitu nominal cicilan menjadi terjangkau dan mungkin untuk dilunasi.
Sebagai informasi berdasarkan aturan OJK bunga dan denda keterlambatan yang dibebankan maksimal 0,8 persen per harinya. Jumlah denda keterlambatan maksimal yang dikenakan adalah 100 persen dari jumlah pokok pinjaman.
Debt Collector yang Meresahkan
Fintech punya prosedur ketat tapi teratur untuk menagih masyarakat yang mangkir bayar pinjamannya. Prosedur ini diatur oleh Asosiasi Fintech Pendaan bersama Indonesia (AFPI).
Proses awal penagihan akan diingatkan melalui SMS, email dan telepon. Jika tak kunjung bayar maka tim collection akan melakukan penagihan ke rumah pinjaman atau menghubungi orang terdekatnya. Jika terus terjadi maka akan mengganggu aktivitas sehari-hari Anda dan orang sekitar.
Sebelumnya OJK sudah menyatakan penagihan yang dilakukan fintech lending adalah maksimal 90 hari dan denda yang dikenakan juga maksimal 100% dari total pokok pinjaman.
Dalam sebuah acara, Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan OJK, Hendrikus Passagi saat itu mengatakan penyelenggara peer-to-peer (P2P) lending hanya bisa menagih cicilan yang tertunggak maksimal 90 hari. Setelahnya pinjaman tersebut tidak bisa ditagihkan lagi atau hangus.
"Konsekuensinya nasabah peminjam akan dimasukkan ke daftar peminjam yang tidak bayar pinjaman. Mereka tidak akan dapat pinjaman dari P2P lending dan perbankan lagi," jelas Hendrikus di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. [ASS]