David menilai pihaknya dan masyarakat Indonesia seperti dipermainkan oleh BPOM.
"Konsumen Indonesia dan Masyarakat Indonesia seperti dipermainkan, pada 6 November 2022 BPOM malah mencabut pernyataan tanggal 28 Oktober soal 198 sirup obat yang dinyatakan tidak tercemar, tidak berlaku lagi karena dari 198 terdapat 14 sirup obat tercemar EG/DEG. Tindakan tersebut jelas membahayakan, karena BPOM RI tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk mengawasi peredaran sirup obat dengan baik," ujarnya.
Baca Juga:
Korban Gagal Ginjal Akibat Obat Sirop Diberi Santunan Kemensos, Muhadjir Serahkan Simbolis
Ketiga, kata David, tindakan BPOM dalam mengawasi sirup obat ini terkesan tergesa-gesa dan melimpahkan kewajiban hukumnya. Oleh karena itu dalam melakukan pengujian sirup obat kepada industri farmasi merupakan tindakan yang melanggar asas umum pemerintahan yang baik yaitu asas profesionalitas.
"Badan Publik seperti BPOM itu seharusnya melakukan tugas dan wewenang untuk menguji sendiri bukan diaerahkan ke industri farmasi," kata David.
Selain asas profesionalitas, BPOM RI juga dinilai David telah melanggar asas kecermatan karena berubah-rubah pengumuman Daftar Sirup Obat yang tercemar dan tidak tercemar EG/DEG serta melanggar asas keterbukaan karena pengumuman daftar dirup obat tersebut membahayakan dan merugikan hajat hidup orang banyak.
Baca Juga:
Korban Keracunan Obat Muncul Lagi, Epidemiolog: BPOM Harus Bertindak
"BPOM RI jelas melakukan perbuatan melawan hukum penguasa karena dari awal tidak inisiatif, dan dalam perkembangannya, malah melimpahkan kesalahan ke Kemenkes dan Kementerian Perdagangan dan Perindustrian," ujar David.
Dalam Petitum tersebut, Komunitas Konsumen Indonesia ingin agar pengadilan memutuskan:
1. Menyatakan BPOM RI melakukan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa,