“Munculnya ide itu terkait ide shortage (kurangnya) reefer container baik angkutan dalam negeri maupun ekspor. Yang kedua terkait freight cost-nya. Kalau kita mengejar ekspor untuk devisa, di sisi lain belanja modal kita keluar lagi melalui impor. Jadi devisa yang kita kejar malah kita keluarkan lagi. Padahal kolaborasi riset teknologi dan beberapa pelaku usaha sebenarnya terkait cikal bakal bagaimana teknologi itu dikembangkan dan dukungan pemerintah untuk scale up nya bisa kita lakukan,” jelas Amalyos.
Ke depan, menurut Amalyos, pihaknya akan banyak menggali inovasi selain yang dilakukan oleh PT INKA (Persero). Amalyos beranggapan bahwa banyak sekali inovasi baik terkait dengan produksi/ main core bisnis-nya terkait kereta apinya, orientasi ekspor, dan sekarang bicara tentang kendaraan listrik yang juga didukung dengan baterai lithium.
Baca Juga:
Korupsi Dana Talangan PT INKA, Kejati Jatim Tetapkan Eks Dirut Tersangka
Dari sisi reefer container yang sekarang sudah diproduksi (1 ton, 5 ton, dan 20 ft), Direktur Pengembangan PT INKA (Persero) menjelaskan bahwa target utamanya adalah Tingkat Kandungan Dalam negeri (TKDN) yang sudah mencapai 60% dari target minimal TKDN yakni 40%.
“Target utama keunggulan reefer container kami adalah TKDN dimana untuk bisa mandiri dalam industri container saat ini. Terus kemudian kami membuat prototype dioperasikan oleh PELNI selama 3 - 4 bulan ini. Pada saat awal kami memang bekerja sama dengan Universitas Brawijaya untuk melihat kebutuhan nelayan seperti apa. Tetapi setelah operasi kami akan mengajak ITS untuk memenuhi kebutuhan PELNI, apa yang menjadi kendala selama uji coba selama 3 bulan ini. Kalau boleh disampaikan, keunggulannya tadi TKDN sudah bisa mencapai 60 %,” jelas Agung.
Keunggualan lain menurut Agung adalah container produknya yang tidak mass production seperti yang saat ini masih diimpor. Apa yang menjadi kebutuhan PT PELNI akan dipenuhi pihaknya dengan container tersebut.
Baca Juga:
Bank Muamalat Pimpin Pembiayaan Sindikasi Senilai Rp2,5 Triliun kepada PT INKA
“Container saat ini kan 20 ft hingga 40 ft. Itu standar tapi kami menyiapkan yang dibutuhkan hanya 1 ton, 5 ton karena pulaunya kecil kecil disinggahi kapal PELNI,” tambah Agung.
“Selain itu, kami bertiga (INKA, Pelni, dan ITS) akan mempersiapkan pelaksanaan kerja sama lain di bidang logistik yang saling menguntungkan, antara lain dalam hal menjajaki peluang-peluang yang dapat menjadi potensi bisnis, melakukan kajian baik dari aspek finansial, teknis, operasional, legal, dan aspek lainnya yang terkait dengan kerja sama sebagai tindak lanjut potensi bisnis, hingga menyusun kajian kelayakan (feasibility study),” pungkas Agung.
Direktur Usaha Angkutan Barang dan Tol Laut PT PELNI (Persero) Yossianis Marciano menyampaikan bahwa setiap 3 bulan pihaknya melakukan evaluasi terhadap prorotype reefer container PT INKA (Persero).