WahanaNews-Konsumen | Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang mengelompokkan rokok dalam kategori yang sama dengan narkotika dan psikotropika dinilai mendiskriminasikan konsumen rokok.
"Lagi-lagi pemerintah tidak fair. Menyejajarkan rokok yang merupakan produk legal dengan narkotika dan psikotropika yang merupakan produk ilegal berarti sama saja memperlakukan rokok dan aktivitasnya sebagai sesuatu yang ilegal," kata Ketua Pakta Konsumen Ary Fatanen di Yogyakarta, Selasa (25/4/23).
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Menurut dia, jika pasal zat adiktif dalam RUU Kesehatan ini tidak dicabut, maka konsumen rokok dapat memperoleh tindakan represif.
Pasal zat adiktif ini juga dinilai bukan hanya membatasi atau mengendalikan penggunaan tembakau, namun bertujuan untuk menghentikan seluruh aktivitas pertembakauan mulai dari hulu sampai hilir, termasuk petani, pekerja, pedagang, dan konsumen.
"Kami sebagai konsumen menolak RUU Kesehatan. Ada kondisi norma, sosial, dan hukum yang wajib dikaji ulang oleh pemerintah. Jangan sampai tembakau disejajarkan dengan narkotika dan psikotropika," kata Ary Fatanen.
Baca Juga:
Kemenkes: Dampak Pestisida Sistemik pada Anggur Muscat Bisa Bertahan Meski Dicuci
Sebagai lembaga yang fokus pada advokasi dan edukasi perlindungan konsumen, Pakta Konsumen menilai posisi konsumen produk tembakau semakin dilemahkan dengan RUU Kesehatan.
Secara prinsip perundang-undangan, Pakta Konsumen berpendapat bahwa RUU Kesehatan telah melanggar sejumlah asas, yakni asas keadilan, asas keseimbangan penghormatan terhadap hak dan kewajiban, asas partisipatif, asas keterpaduan, serta asas ketertiban dan kepastian hukum.
"Sejatinya, awal tujuan dari RUU Kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Lalu mengapa tiba-tiba ada pasal yang mau melarang total tembakau untuk dikonsumsi dan diperdagangkan di masyarakat? Ada banyak hak-hak masyarakat yang dilanggar di sini, mulai dari hak partisipatif hingga hak ekonomi," kata Ary.