Kemudian Pasal 832 menerangkan, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah. Baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama.
Tertulis pula pada Pasal 833 bahwa para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak miik atas semua barang, hak dan piutang dari orang yang meninggal atau pewaris.
Baca Juga:
Kominfo: Informasi Hoaks Covid-19 Kian Meluas
Lebih lanjut, secara umum ketentuan ini juga menyiratkan adanya empat golongan ahli waris yang berhak menerima tanah warisan.
Berdasarkan urutan prioritasnya sebagai ahli waris di mata hukum perdata, meliputi:
- Golongan I, merupakan suami atau istri yang hidup terlama dan anak keturunan pewaris
- Golongan II, merupakan orang tua dan saudara kandung dari pewaris
- Golongan III, merupakan keluarga dalam garis lurus ke atas setelah bapak atau ibu pewaris. Seperti kakek dan nenek
- Golongan IV, merupakan paman dan bibi pewaris, baik dari pihak bapak maupun ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat ke enam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat ke enam dihitung dari pewaris.
Baca Juga:
Kecanduan Era Digital, Ancaman atau Tantangan?
Selanjutnya menurut Pasal 838 menjelaskan, orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris dan tidak mungkin mendapat warisan meliputi:
- Dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu (pewaris)
- Dia yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi
- Dia yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya
- Dia yang telah menggelapkan. memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu.[Ass]