Sebab, dalam praktiknya penjualan produk unit link begitu merugikan masyarakat karena menggunakan kanal bancassurance, di mana nasabah yang mempunyai uang di bank dialihkan ke unit link tanpa pengetahuan yang cukup dari si nasabah.
"Jadi ada semacam asimetri information, nasabah tidak tahu produk apa sedangkan (pihak) asuransi tahu nasabah punya dana sehingga dibujuk dialihkan ke unit link, itu tanpa penjelasan, transparansi dan sebagainya," paparnya.
Baca Juga:
Pagar SMKN 1 Kota Jambi Ambruk Telan 3 Korban jiwa
Oleh karenanya dia meminta penjualan unit link dihentikan kepada nasabah yang belum punya pengetahuan tentang produk keuangan. Sebab, pada dasarnya mereka datang ke bank tidak bermaksud untuk beli asuransi, melainkan hanya ingin menabung. Tapi pihak asuransi selalu mengiming-imingi bahwa unit link adalah tabungan, padahal bukan sama sekali.
"Narasi besarnya moratorium unit link bagi mereka yang belum paham, seperti minuman keras lah, minuman keras itu kan terlarang untuk anak-anak yang belum dewasa karena berbahaya. Begitupun unit link berbahaya sekali karena itu membutuhkan pengetahuan investasi," jelas Irvan.
3. Sarankan untuk Kalangan Atas
Baca Juga:
LAK DKI Jakarta Buka Posko Pengaduan untuk Kasus Asuransi PT Axa Financial Indonesia
Sebaiknya, lanjut dia, unit link diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan tinggi, punya pengetahuan tentang investasi, dan punya kemampuan untuk menanggung risiko.
Faktanya memang miris karena unit link sebagai produk yang sangat rumit justru dijual kepada masyarakat yang sama sekali tidak tahu produk keuangan, apalagi asuransi. Menurutnya ada unsur kesengajaan kenapa produk asuransi berbasis investasi itu ditawarkan kepada mereka yang minim literasi.
"Itu dijual ke sembarang orang, ke pedagang, pengasong, tukang bubur, tukang ojek, tukang jamu dan sebagainya. Itu kan sangat menyengsarakan," tambahnya. [JP]