Konsumen.WahanaNews.co, Bali - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama dengan lembaga internasional, termasuk Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), untuk melindungi konsumen, termasuk dari risiko yang muncul akibat pengaruh tokoh di dunia maya terkait keuangan atau “finfluencer”.
“Kami berdiskusi dengan regulator di dunia terkait perkembangan saat ini, isu perlindungan konsumen, edukasi dan program literasi keuangan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (8/11/2024).
Baca Juga:
OJK Peringatkan Risiko Utang Berlebihan dari Kemudahan Akses Fintech
Dalam konferensi internasional yang diadakan regulator bersama OECD dan Jaringan Internasional Edukasi Keuangan (INFE) terkait pemberdayaan konsumen melalui edukasi keuangan, Friderica menekankan sebagai regulator jasa keuangan tanah air, OJK saling belajar dan berbagi pengalaman terkait isu terkini dalam perlindungan konsumen.
Nantinya masukan yang didapat dalam pertemuan internasional itu potensial menjadi salah satu rekomendasi penting dalam penyusunan kebijakan khususnya edukasi keuangan dan perlindungan konsumen.
Ada pun salah satu isu terkini yang berkembang secara global bidang keuangan adalah kehadiran “finfluencer”.
Baca Juga:
Gawat! Banyak Anak Muda Terlilit Utang PayLater, OJK Serukan Edukasi Keuangan
Ia menjelaskan, mereka merupakan tokoh yang memiliki pengaruh dengan jumlah pengikut yang cukup banyak di media sosial (selebgram), melakukan promosi terkait investasi keuangan atau produk asuransi yang tidak memiliki izin dan tidak diawasi seperti layaknya lembaga jasa keuangan berizin.
“Regulator keuangan dunia juga memiliki masalah yang sama. Orang terkenal memiliki pengikut banyak, tiba-tiba berbicara soal saham, produk asuransi, kemudian orang mengikuti dia dan ternyata nol. Ini sekarang kami pelajari,” katanya.
Selain finfluencer, lanjut dia, isu terkini yang juga menjadi perhatian yakni terkait perlindungan konsumen di antaranya anak muda yang memiliki banyak utang, salah satunya karena terjerat pinjaman online ilegal, hingga praktik beli sekarang bayar kemudian (buy now pay later/BNPL).