Wahanaadvokat.com | Sebanyak 120 orang yang terafiliasi dengan jaringan teroris Jemaah Islamiyah (JI), saat ini tengah dibina Detasemen Khusus (Kadensus) 88 Antiteror.
Hal itu diungkapkan Kepala Detasemen Khusus (Kadensus) 88 Antiteror Polri Irjen Marthinus Hukom.
Baca Juga:
Menhub Lepas Penerbangan Perdana di Bandara Kertajati Hari Ini
Hukom mengakui tak menangkap mereka sebab tengah menjalani proses pembinaan untuk mengubah paradigma atau keyakinan mereka soal terorisme. Upaya itu pihaknya lakukan dengan menggandeng BNPT, NU, hingga Muhammadiyah.
"Ada 120 jaringan JI yang kami tidak tangkap tapi kami bina. Setelah kita tahu mereka terlibat dan mereka datang kepada kami," kata dia kepada wartawan di kompleks parlemen, Senin (21/3/2022).
Hukom menjelaskan, pihaknya memegang dua prinsip dalam menangani kelompok teroris. Pertama, ia menghargai hak hidup. Kedua, para terduga teroris bukan saja dilihat sebagai tersangka, namun juga korban.
Baca Juga:
Jemaah Haji Kabupaten Paluta di Arab Saudi Meninggal Dunia
Karena itu, katanya, saat ini pihaknya sebisa mungkin menghindari korban meninggal di tempat dalam setiap penangkapan teroris di lapangan. Terlebih penangkapan yang dilakukan di rumah yang menjadi basis pertahanan paling kuat kelompok teroris.
Hukom misalnya bercerita saat Densus menangkap dr. Azhari di rumahnya pada 2005 dan dilawan dengan 12 lemparan bom oleh pelaku. Ada pula Nasir Abbas yang berharap mati di rumahnya saat hendak ditangkap pada 2003 silam.
"Artinya kita menangkap pada posisi dia paling kuat, kita menghindari itu, kita cari posisi lemah sehingga ekses dari penangkapan yang mematikan tersangka itu tidak terulang," katanya.
Selain menghindari kematian saat proses penangkapan, Hukom juga mulai melihat para kelompok jaringan teroris sebagai korban. Upaya itu pihaknya lakukan dengan mengubah paradigma atau keyakinan mereka.
"Kita mencoba mengintervensi mereka dengan melibatkan tokoh-tokoh agama, kami sering kerja sama dengan NU dan Muhammadiyah untuk ikut terlibat mengintervensi (doktrin tunggal) mereka," kata Hukom. [tum]