WahanaAdvokat.com | Proyek Masjid Raya Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), menyeret tiga orang tersangka baru.
Mereka adalah Alex Noerdin, Mudai Madang, dan Laonma L Tobing.
Penetapan status itu diumumkan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Jakarta Selatan.
Alex dan Mudai, yang sebelumnya menjadi tersangka penjualan gas negara, tetap ditahan di Kejagung.
Sedangkan Laoma, yang menjadi terpidana kasus korupsi dana hibah Sumsel, juga masih mendekam di Rutan Klas 1 Pakjo Palembang.
"Alex Noerdin dan Mudai Madang tetap ditahan di Jakarta, sedangkan Laoma di Palembang. Total kerugian negara dari hasil penghitungan mencapai Rp 116 miliar," ungkap Kasi Penkum Kejati Sumsel, Khaidirman, Rabu (22/9/2021).
Khaidirman menjelaskan, ketiga tersangka memiliki peran berbeda dalam kasus korupsi pembangunan masjid.
Alex Noerdin sebagai Gubernur Sumsel 2008-2018, dituduh memiliki peran melalui kebijakan yang ia ambil.
Sedangkan Mudai Madang selaku Bendahara Umum Masjid Raya Sriwijaya, dan Laoma L Tobing memiliki peran yang serupa untuk memuluskan pengajuan dana hibah.
"AN tentu berperan dan bertanggung jawab mengenai dana hibah. Sedangkan MM dan LLT tidak melakukan proses pencairan dana hibah yang diatur oleh negara," ujar dia.
Pada 2015 silam, dana hibah dari APBD Sumsel sebesar Rp 50 miliar dicairkan oleh BPKAD Sumsel untuk pembangunan masjid.
Kemudian menyusul pencairan dana hibah Rp 80 miliar pada 2017 dari BPKAD.
Kala itu, Laonma L Tobing menjabat sebagai Kepala BPKAD Sumsel.
Alamat kantor Yayasan Masjid Raya Sriwijaya yang berada di Jakarta pun turut dipermasalahkan.
Menurut Khaidirman, aturan semacam itu tidak dibenarkan.
Dana hibah yang bersumber dari APBD Sumsel, hanya diperuntukkan bagi yayasan maupun penerima di Bumi Sriwijaya saja.
"Seyogyanya dana hibah harus diberikan ke yayasan yang berada di Sumsel, sedangkan saat itu Yayasan Masjid Raya Sriwijaya berada di Jakarta," ungkap dia.
Tim Pidana Khusus Kejati Sumsel akan memeriksa ketiga tersangka dalam proses kelanjutan Masjid Raya Sriwijaya.
Laoma dalam persidangan sebelumnya mengakui telah diminta Alex Noerdin untuk mencairkan dana hibah 2015.
Saat itu, proses pencairan dilakukan ketika proposal pembangunan masjid belum ada.
"Perbuatan ketiga tersangka dalam proses pencairan dana APBD tidak bisa dibenarkan dalam UU," ungkap dia.
Baik Alex Noerdin, Mudai Madang, maupun Laoma Lumban Tobing, menjadi tahanan di dua tempat berbeda.
Namun keduanya tetap dikenakan pasal yang sama mengenai tindak pidana korupsi.
"Ketiga tersangka dikenakan pasal primer, yakni pasal 2 UU nomor 31 tahun 1999 junto UU nomor 20 tahun 2021, junto pasal 55 KUHP dan pasal sekunder pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi," tutup dia.
Sebelumnya, enam tersangka telah ditetapkan penyidik, yakni Eddy Hermanto, Dwi Kridayani, Syarifudin, dan Yudi Arminto.
Setelah dikembangkan, penyidik dari Pidsus Kejati Sumsel kembali menetapkan dua tersangka.
Mereka adalah mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sumsel, Mukti Sulaiman, dan mantan Kepala Biro Kesra Pemprov Sumsel, Ahmad Nasuhi.
Dalam hasil pemeriksaan, Pemprov Sumsel telah menganggarkan Rp 130 miliar untuk pembangunan masjid yang digadang-gadang menjadi terluas di Asia itu.
Uang pembangunan didapat dari APBD Sumsel pada 2015 dan 2017.
Namun hasil audit menemukan kerugian negara sebesar Rp 116 miliar dalam proyek mangkrak tersebut. [dny]