Wahanaadvokat.com | Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan perubahan status pegawai lembaga antirasuan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) bak "suplemen khusus" yang memicu kerja.
"Status ini ibarat suplemen khusus yang diberikan negara kepada kami untuk mengakselerasi kinerja dan segenap daya serta upaya KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di bumi pertiwi," ujar dia, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (31/12).
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Ia mengklaim KPK berhasil menjawab pesimisme publik karena alih status pegawai dengan capaian kinerja di bidang pendidikan, pencegahan maupun penindakan.
Diketahui, perubahan alih status menjadi ASN, yang merupakan dampak langsung dari revisi UU KPK, melalui metode asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang membuat puluhan pegawai KPK dipecat menimbulkan polemik.
Terlebih, asesmen TWK dinyatakan malaadministrasi dan melanggar HAM berdasarkan temuan Ombudsman dan Komnas HAM.
Baca Juga:
Lima Pimpinan Baru KPK Ditetapkan, Setyo Budiyanto Jadi Ketua
“Pesimisme segelintir orang terhadap alih status ini kami jawab dengan hasil nyata dari tingginya performa segenap insan KPK," imbuhnya.
Firli menuturkan pada 2021 KPK melakukan 127 penyelidikan dan 105 penyidikan dengan menjerat 123 tersangka. Dari data itu, 108 perkara masuk ke tahap penuntutan. Sebanyak 90 di antaranya sudah memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Kemudian, lanjut Firli, pemulihan aset per 20 Desember 2021 yang dilakukan KPK sebesar Rp374 miliar dan penyelamatan potensi kerugian negara mencapai Rp35,9 triliun.
Sementara itu, lanjut Firli, implementasi pendidikan antikorupsi telah dilakukan di 353 Perkada dan Perda Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk tingkat pendidikan SD, SMP, SMA/SMK. Adapun data Penyuluh Antikorupsi tercatat 2.014 orang dengan jumlah Ahli Pembangun Integritas 228 orang per tanggal 2 Desember 2021.
"Kami tekankan revisi UU KPK justru membuat kami semakin kuat karena bisa bekerja dalam sistem pemerintahan yang baik dalam membangun orkestra pemberantasan korupsi," dalihnya.
Sementara itu, Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) Zudan Arif Fakrulloh mengukuhkan 17 orang Dewan Pengurus KORPRI KPK.
"KORPRI KPK dapat memberikan kontribusi terhadap upaya pemberantasan korupsi yang selaras dengan semangat KORPRI yang tertuang dalam Panca Prasetya KORPRI, khususnya pada poin ke 5 yaitu menegakkan kejujuran, keadilan, dan disiplin serta meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme," ujar Zudan, Jumat (31/12).
Pembentukan KORPRI KPK merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Di UU itu, pegawai KPK beralih menjadi ASN.
ICW berikan rapor merah kepada KPK
Di pihak lain, Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan rapor merah terhadap kinerja KPK yang sudah berusia 18 tahun.
"Kalau A itu sempurna maka kami berikan E kepada KPK atau tidak lulus," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Kamis (30/12).
"Penindakan itu tidak bisa mengesampingkan kerja-kerja KPK yang lain, tapi faktanya kerja-kerja yang lain juga tidak bisa dibanggakan," tambahnya.
Rapor merah dengan nilai E tersebut diberikan untuk indikator peningkatan Operasi Tangkap Tangan (OTT), mempertahankan integritas pegawai, mematuhi kode etik, menunjukkan gimmick politik, hingga menangkap buronan yang kabur bertahun-tahun. [tum]