Wahanaadvokat.com | Dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah RI terhadap masyarakat adat di Indonesia sepanjang tahun 2021 disorot Amerika Serikat (AS).
Itu terdapat dalam laporan praktik HAM di Indonesia 2021 yang dikutip dari laman resmi Kedubes AS di Indonesia yang diakses Jumat (15/4/2022).
Baca Juga:
Kanwil Kemenkumham Sulteng Tingkatkan Kesadaran dan Cegah Perundungan Siswa Lewat Diseminasi HAM
Laporan itu merinci ada peningkatan ketegangan antara pemerintah dan masyarakat adat ketika masyarakat adat ingin mengakses hak atas tanah tradisionalnya.
Laporan itu menyebut pemerintah gagal mencegah perusahaan yang seringkali berkolusi dengan aparat keamanan untuk merambah tanah masyarakat adat.
"Pejabat pemerintah pusat dan daerah juga diduga menerima suap dari perusahaan pertambangan dan perkebunan sebagai imbalan atas akses tanah dengan mengorbankan masyarakat adat," bunyi laporan tersebut.
Baca Juga:
Hotman Paris Tantang Menteri HAM: Cukup Ponsel untuk Layani Rakyat, Bukan Rp 20 Triliun
Tak berhenti sampai di situ, laporan itu menyebutkan kegiatan pertambangan dan penebangan ilegal kerap menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan hukum yang signifikan bagi masyarakat adat.
Salah satu LSM melaporkan bahwa pada Januari 2021 hanya sekitar 193 mil persegi dari 38.610 mil persegi yang diusulkan telah diberikan kepada kelompok adat setempat.
Namun, perusahaan besar dan pemerintah terus menggusur individu dari tanah leluhur masyarakat adat tersebut.
"LSM melaporkan bahwa aparat keamanan dan polisi terkadang terlibat dalam perselisihan antara perusahaan dan masyarakat adat, seringkali berpihak pada bisnis," tulis laporan tersebut.
Laporan itu turut mengutip data dari Amnesty International melaporkan 61 kasus anggota masyarakat adat yang ditangkap tanpa proses hukum sepanjang Januari 2020 hingga Maret 2021. Hal ini diidentifikasi sebagai upaya mengkriminalisasi masyarakat adat untuk mempertahankan hak adat mereka.
Pada 18 Mei 2021 misalnya, laporan itu mengebut aparat keamanan dari PT Toba Pulp Lestari bentrok dengan ribuan warga di Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Bentrok itu melukai puluhan warga.
Konfrontasi bermula dari rencana perusahaan menanam pohon kayu putih di lahan seluas 2,3 mil persegi yang diklaim masyarakat adat sebagai tanah ulayat.
"Konflik tersebut merupakan bagian dari perselisihan yang sudah berlangsung lama. Sejak tahun 2020 hingga Mei 2021, PT Toba Pulp Lestari melaporkan 71 anggota masyarakat adat setempat ke polisi atas berbagai pelanggaran," tulis laporan tersebut.
Respons Pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengklaim Amerika Serikat justru banyak dilaporkan terkait dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) ketimbang Indonesia.
Mahfud merinci AS dilaporkan sebanyak 76 kali terkait dugaan pelanggaran HAM ke lembaga Special Procedures Mandate Holders (SPMH) pada kurun 2018-2021. Sementara Indonesia dilaporkan terkait dugaan pelanggaran HAM ke lembaga itu sebanyak 19 kali.
"Laporan-laporan itu ya biasa saja dan bagus sebagai bentuk penguatan peran civil society. Tapi laporan seperti itu belum tentu benar," kata Mahfud. [tum]