Wahanaadvokat.com | Seorang tersangka teroris bernama dokter Sunardi di wilayah Sukoharjo, Jawa Tengah pada Rabu (9/3) malam ditembak mati Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Sunardi diduga merupakan bagian dari jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI).
Baca Juga:
Pjs. Bupati Labuhanbatu Utara Hadiri Peringatan HUT IDI ke-74
Penembakan Sunardi lantas menuai polemik. Sejumlah spekulasi hingga dugaan proses pengejaran yang tak sesuai prosedur pun tersebar usai upaya penegakkan hukum itu dilakukan.
Melansir dari CNNIndonesia Polri mengklaim bahwa penembakan Sunardi sudah dilakukan sesuai aturan. Dia pun telah ditetapkan sebagai tersangka sebelum akan ditangkap.
"Status tersangka, status SU sebelum dilakukan penangkapan adalah tersangka tindak pidana terorisme, bukan terduga," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Jumat (11/3/2022).
Baca Juga:
Kasus Dokter Aulia, Polisi: Pengakuan FK Undip-RS Kariadi soal Bully Permudah Penyelidikan
Menurut polisi, Sunardi merupakan sosok yang menjabat sebagai amir atau pimpinan di jaringan tersebut.
Ramadhan menuturkan, dia berperan sebagai penasehat.
Namun demikian, ia tak merincikan lebih jauh mengenai sejak kapan Sunardi bergabung dengan JI dan mengemban tugas tersebut.
Sunardi juga aktif dalam lembaga kemanusiaan Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI). Namun demikian, kelompok ini diduga merupakan organisasi sayap dari JI yang sebenarnya membantu pergerakkan aktivitas teror.
"Yang bersangkutan sebagai penasehat amir JI, dan juga penanggung jawab Hilal Ahmar Society," jelas dia.
HASI, kata Ramadhan, merupakan kelompok yang sudah ditetapkan oleh putusan pengadilan sebagai organisasi terlarang sejak 2015. Kelompok ini menjadi bagian yang mendanai, hingga mengirimkan kombatan teroris ke Suriah.
Keterlibatannya dalam kelompok tersebut turut menjadi salah satu alasan Sunardi akan ditangkap oleh aparat pada malam sebelum ia diganjar timah panas itu.
Detik-detik Penembakan versi Polisi
Ramadhan mengungkapkan bahwa Sunardi melawan petugas saat hendak ditangkap. Tindakan yang dilakukan tersangka itu saat hendak diamankan dianggap membahayakan jiwa petugas dan masyarakat.
Polisi, kata Ramadhan, semula mencoba menghentikan laju mobil bak yang dikendarai oleh tersangka dengan menaiki mobil tersebut dari belakang. Petugas sempat memberikan peringatan agar tersangka menghentikan lajunya.
Namun demikian, tersangka tidak mengindahkan peringatan tersebut dan tetap melaju kencang dengan menggoyangkan kemudi mobil.
"Atau gerakan zigzag yang tujuannya menjatuhkan petugas. Kemudian menabrak masyarakat yang melintas," kata dia.
Polisi pun mengeluarkan tembakan ke arah punggung atas dan bagian pinggul kanan bawah tersangka. Upaya itu dilakukan usai laju kendaraan sempat menabrak rumah hingga kendaraan masyarakat.
Dalam pengejaran, ada dua polisi yang bertugas di detasemen berlambang burung hantu itu terluka dan harus mendapat perawatan di rumah sakit.
"Petugas membawa tersangka ke RS Bhayangkara Polresta Surakarta untuk penanganan medis, namun yang bersangkutan meninggal dunia saat dievakuasi," jelasnya.
Picu Keraguan
Pengejaran hingga berakhir penembakan terhadap Sunardi menilai polemik. Islamic Study and Action Center (ISAC) Surakarta mengungkapkan, keluarga Sunardi tak mendapat surat penangkapan ataupun penetapan Sunardi sebagai tersangka.
Organisasi yang aktif mengadvokasi kasus-kasus penangkapan terduga teroris itu pun menyayangkan upaya Densus yang menembak mati Sunardi, bukan melumpuhkannya.
"Apakah proses penangkapan dalam keadaan semacam itu sudah sesuai prosedur," kata Sekretaris ISAC Surakarta, Endro Sudarsono saat dihubungi.
Ia menilai, penyergapan Sunardi janggal sehingga menyarankan pihak keluarga agar mengambil langkah hukum terkait kematiannya.
Keluarga disarankan agar menggugat pihak kepolisian atas dugaan perbuatan melawan hukum. Mengingat adanya potensi pelanggaran prosedur dalam penangkapan Sunardi.
"(gugatan) dalam bentuk perbuatan melawan hukum bukan praperadilan," kata dia.
Politikus Partai Gerindra, Fadli Zon mengkritik tindakan aparat hingga mengakibatkan dokter itu tewas. Menurutnya, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab merupakan keharusan. Namun, kata dia, yang dipraktikkan justru sebaliknya.
"Seharusnya 'Kemanusiaan yang adil dan beradab', tapi prakteknya 'kebiadaban yang tidak adil tanpa kemanusiaan'. Semoga Alm dr Sunardi mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Amin," kata Fadli meretweet postingan Zubairi. [tum]