Advokat.WahanaNews.co | Pengumuman Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir J disampaikan langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022) lalu.
Konon ceritannya, di saat Kapolri Jenderal Listyo Sigit gamang terhadap Irjen Ferdy Sambo dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir Yosua atau Brigadir J, ada 3 sosok jenderal bintang 3 yang langsung ambil inisiatif.
Baca Juga:
Putra Kelahiran Serui, Irjen Pol Alfred Papare Menjadi Kapolda Papua Tengah
Sepert diketahui Ferdy Sambo tercatat sebagai salah satu tim sukses Jenderal Listyo Sigit saat proses uji kelayakan sebagai Kapolri.
Bahkan, saat Listyo Sigit menjalani uji kelayakan di DPR RI, Ferdy Sambo ikut mengantarkan makalah komandannya bersama sejumlah jenderal.
Boleh jadi Kapolri amat tidak menyangka anak buahnya berani bertindak keji seperti itu. Sebab, Ferdy Sambo tercatat sebagai anak buah Listyo Sigit saat masih bertugas di Bareskrim Polri.
Baca Juga:
Komjen Ahmad Dofiri Resmi Jabat Wakapolri
Saat Listyo Sigit menjabat sebagai Kepala Bareskrim Polri, Ferdy Sambo mengemban amanah sebagai Direktur Tindak Pidana Umum (Dir Tipidum) Bareskrim. Ketika itu, Ferdy Sambo masih menyandang pangkat jenderal bintang satu.
Ada empat orang tersangka di kasus itu, termasuk Ferdy Sambo, yang disebut menjadi dalang penembakan dan merekayasa kasus tersebut. "Timsus menetapkan Saudara FS sebagai tersangka," ujar Sigit dalam konferensi pers.
Selain Ferdy Sambo dan Kuat Ma'ruf, Bharada E atau Richard Eliezer dan Brigadir RR atau Brigadir Ricky Rizal juga menjadi tersangka. Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyebutkan para tersangka dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
"Penyidik menerapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55-56 KUHP," sebut Agus.
Merujuk pada laporan majalah TEMPO edisi 6 Agustus lalu, Irjen Ferdy Sambo yang masih menyandang jabatan Kadiv Propam Polri melaporkan peristiwa kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J kepada Kapolri di ruang kerjanya pada Jumat (8/7/2022) sekitar pukul 22.00 WIB.
Sahabat dekat Ferdy mengatakan Jenderal Listyo Sigit menanyakan apakah Ferdy terlibat dalam penembakan Yosua. Ferdy meyakinkan Listyo bahwa dia tak terlibat. Tim wartawan Tempo yang berusaha mendapatkan konfirmasi soal pertemuan ini tidak mendapatkan respons dari Listyo Sigit hingga Sabtu, 6 Agustus lalu.
Setelah melapor kepada Kapolri, Ferdy kembali ke kantor Divisi Propam. Dia berkumpul dengan sejumlah personel Divisi Propam di ruang pemeriksaan. Salah seorang penegak hukum mengatakan aktivitas di ruangan pemeriksaan itu terekam kamera pengawas. Penyidik Badan Reserse Kriminal sudah mengantongi rekaman itu. Mereka juga tengah menyelidiki isi pertemuan tersebut.
Saat mencopot jabatan Ferdy Sambo, Jenderal Listyo Sigit menyebutkan Inspektorat Khusus sudah memeriksa 25 polisi berpangkat perwira tinggi hingga bintara yang ditengarai “mengacak-acak” rumah dinas Ferdy Sambo sebagai tempat kejadian perkara kematian Brigadir J.
Sebagian besar personel yang diperiksa berasal dari Divisi Propam. “Mereka dianggap tidak profesional mengelola TKP,” ujar Sigit dilansir dari Tempo.
Karena itu penyidikan kasus Yosua berjalan alot. Kabareskrim Komjen Agus Andrianto mengakui bahwa tim khusus kesulitan mengumpulkan bukti karena ada upaya menutupi peristiwa kematian Brigadir J.
“Banyak barang bukti yang rusak atau dihilangkan sehingga membutuhkan waktu untuk penuntasan masalah ini,” ujarnya.
Salah satunya rekaman kamera pengawas (CCTV) Kompleks Polri Duren Tiga. Penyidik sudah memeriksa salah seorang anak buah Ferdy Sambo yang diduga mengambil dekoder CCTV di pos satuan pengamanan.
Seorang jenderal bintang dua bercerita, penyidik terpaksa mengancam polisi itu dengan hukuman pidana jika ia tak kunjung mengaku. Cara ini ampuh. Personel Divisi Propam itu beralasan mengambil kamera CCTV supaya tidak disalahgunakan pihak lain. Ia menyerahkan kamera yang diambilnya, tapi kondisinya sudah rusak.
Olah tempat kejadian perkara (TKP) pertama juga digelar ala kadarnya. Sejumlah perwira tinggi dan menengah menyampaikan bahwa petugas tidak mengambil sampel asam deoksiribonukleat (DNA) di kamar Putri Candrawathi dan tubuh Brigadir J.
Bukti itu menjadi penting untuk membuktikan adanya dugaan pelecehan seksual seperti yang digembar-gemborkan Ferdy Sambo. Ceceran darah juga tak bersisa lantaran telanjur dibersihkan pembantu rumah tangga setelah jenazah Brigadir Yosua dievakuasi.
Sebelum Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir J, sempat ada cerita Kapolri gamang terhadap nasib eks Kadiv Propam itu. Saat Kapolri gamang, para jenderal bintang 3 langsung mengambil inisiatif begini.
Cerita kegamangan Kapolri dan aksi para jenderal bintang 3 ini dituliskan dengan apik oleh ahli hukum M. Erick Antariksa.
Pengacara yang sudah malang melintang di dunia hukum Tanah Air ini sedari awal sudah menaruh curiga terhadap kasus kematian Brigadir J. Dia kerap membagikan pandangannya melalui akun media sosialnya.
Berikut ini cerita yang ditulis Erick Antariksa dalam kisah "Aksi 3 Jenderal Bintang 3" dari akun media sosialnya.
Setelah lelah menjalani proses pemeriksaan intensif, dan setelah diberi tahu bahwa FS sudah dicopot dari jabatannya, Bharada E sadar tidak ada gunanya lagi berbohong melindungi mantan atasannya. Akhirnya Bharada E kembali ke hati nuraninya, dan membeberkan fakta fakta sesuai kejadian sebenarnya.
Mendengar kesaksian jujur Bharada E, maka 3 orang Jendral bintang 3 Polri, yaitu Irwasum Agung Budi Maryoto, Kabaintelkam Ahmad Dofiri, dan Kabareskrim, Agus Andrianto, segera membawa Bharada E untuk mengulangi kesaksiannya, yang sangat memberatkan FS, langsung ke hadapan Kapolri di Rumah Dinas Kapolri.
Setelah menyajikan bukti bukti kuat bahwa FS telah melakukan pelanggaran etik dan indikasi kejahatan pidana, 3 Jendral bintang 3 tersebut memberi saran ke Kapolri agar FS segera ditahan. Namun Kapolri tidak memberi jawaban tegas.
Meski demikian, 3 Jendral bintang 3 tetap melanjutkan rencana sesuai hukum dan peraturan, yaitu menindak FS atas pelanggaran dan dugaan kejahatannya.
Bahkan 3 Jendral bintang 3 tersebut mengontak seorang Jendral bintang 3 lainnya, Komandan Brimob, Anang Revandoko, untuk mengkoordinasikan operasi penjemputan FS.
Walaupun belum ada ijin atau perintah jelas dari Kapolri untuk menahan FS, namun karena pelanggaran etik adalah wilayah kewenangan Irwasum Polri, maka Komjen Agung Budi Maryoto selaku Irwasum, memutuskan untuk meminta Brimob menjemput FS guna pemeriksaan terkait pelanggaran etik.
Awalnya pasukan Brimob langsung bergerak ke kediaman FS, namun di lokasi terlihat adanya kerumunan simpatisan FS. Untuk mencegah bentrokan, diputuskan untuk menjemput FS di Mabes Polri.
Rencana para Jendral bintang 3 ini berhasil. FS tidak bisa berkelit ketika dihadapkan dengan berbagai bukti yang memberatkannya, sehingga tidak menolak ketika kemudian dibawa ke Markas Brimob untuk mempertanggung jawabkan pelanggaran kode etik nya.
Dengan "terkuncinya" FS di Markas Brimob dalam waktu cukup panjang, dipastikan langkah 3 Jendral bintang 3 untuk membuka kasus akan semakin mudah. Hormat dan salut saya bagi para Jendral bintang 3 Polri! [tum]